TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kolonel Inf Priyanto, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan Nagreg, Jawa Barat dengan korban Handi Saputra dan Salsabila mengkonfirmasi sejumlah fakta yang muncul dalam sidang sebelumnya.
Hal tersebut diungkapkan Kolonel Priayanto dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (7/4/2022).
Hal yang dikonfirmasi pertama adalah tentang sosok wanita bernama Lala.
Diketahui Lala merupakan teman perempuan Kolonel Priyanto yang dijemputnya sebelum peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menewaskan Handi Saputra dan Salsabila di Nagreg pada 8 Desember 2021.
Sosok Lala
Awalnya Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Brigjen TNI Faridah Faisal memintanya untuk menceritakan kronologi perjalanan Priyanto bersama dua sopirnya sebelum kecelakaan terjadi.
Priyanto kemudian menjelaskan dalam perjalanan menuju Jakarta sempat menjemput Lala yang belakangan diketahui bernama Nurmala Sari di Cimahi.
"Teman atau apa?" tanya Faridah dalam sidang.
"Teman," jawab Priyanto.
"Statusnya apa ini Nurmala Sari?" tanya Faridah.
"Janda," jawab Priyanto.
Priyanto kemudian menjelaskan dalam persidangan bahwa dirinya berteman dengan Lala sejak tahun 2013.
Baca juga: Sidang Kolonel Priyanto, Hakim: Kok Malah Kasihan Sama Anggota Daripada Sama Korban ?
Saat itu, ia bertugas sebagai Guru Militer (Gumil) di Pusdik Pemilum Cimahi Jawa Barat.
Pada gilirannya, Hakim Anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir juga turut mendalami terkait hubungan Priyanto dengan Lala.
Dari sana diketahui bahwa Priyanto mengaku tidak pernah menikah dengan Lala.
"Tidak (pernah menikah), hanya sebagai teman biasa saja," jawab Priyanto menjawab pertanyaan hakim.
Bom rumah tanpa ketahuan
Kemudian, hal kedua yang dikonfirmasi Kolonel Priyanto terkait pernyataannya pernah bom rumah tanpa ketahuan.
Hakim Anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir dalam sidang sempat bertanya soal kata-kata Priyanto kepada Kopda Andreas Dwi Atmoko setelah mereka menabrak korban Handi Saputra dan Salsabila di Nagreg Jawa Barat pada 8 Desember 2021.
Mengenai hal tersebut, Kolonel Priyanto menjelaskan bila dirinya pernah dua kali terjun dalam operasi militer di Timor-Timur.
Ia terlibat dalam operasi mite di Timor-Timur pada tahun 1996 dan 1998.
Baca juga: Terdakwa Kolonel Priyanto: Anak Saya Bilang Papah Itu Baik, Bukan Kayak Begitu
Selain itu, ia juga mengaku mendapatkan tanda jasa Satya Lencana Seroja dalam operasi tersebut.
Menjawab pertanyaan Surjadi, Priyanto mengatakan pernah mengebom satu rumah saat melakukan operasi militer di Timor Timu.
"Pada saat itu kan Timor-Timur merdeka lahir, pada saat kita embarkasi untuk pulang," jawab Priyanto kepada Surjadi.
Surjadi kemudian bertanya apakah di dalam rumah yang dibomnya tersebut ada anak-anak.
Priyanto kemudian menjawab tidak tahu.
"Saya tidak tahu orangnya di dalam ada atau tidak," kata Priyanto.
Baca juga: Kolonel Priyanto Ungkap Lala, Janda yang Dikenalnya Saat jadi Guru Militer di Cimahi, Katanya Teman
Pertanyaan terkait pengalaman Priyanto dalam operasi militer tersebut juga digali oleh Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy dalam kaitannya kemampuan Priyanto untuk mengidentifikasi hidup atau tidaknya manusia.
Namun, Priyanto mengatakan pengalamannya selama operasi berbeda dengan kecelakaan yang dialaminya di Nagreg, Jawa Barat tersebut.
Alasan buang tubuh Handi dan Salsabila
Dalam persidangan, Priyanto pun mengaku niat untuk membuang jenazah Handi dan Salsabila muncul untuk melindungi sopirnya yakni Kopda Andreas Dwi Atmoko.
Priyanto mengaku memiliki hubungan emosional dengan Andreas karena selama ini Andreas telah menjaga anak-anaknya dan keluarganya.
"Ada niat ingin menolong dia, itu yang pertama. Kemudian panik. Kemudian Kopda Dwi Atmoko pada saat itu juga sama-sama panik. Kemudian dia bingung juga. Akhirnya saya ambil keputusan. Sudah, kita hilangkan. Maksud saya kita buang saja mayat ini. Dari situlah tercetus," kata Priyanto.
Namun demikian, Hakim Anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir, heran mengapa Priyanto justru melindungi anggotanya ketimbang korban.
Padahal, kata Surjadi, Priyanto telah memiliki pengalaman tugas yang cukup banyak di bidang teritorial yang berkaitan dengan pengayoman masyarakat.
Baca juga: Oditur Militer Tinggi: Keterangan Ahli Forensik Dukung Dakwaan Pembunuhan Berencana Kolonel Priyanto
Terlebih, kata Surjadi, saat kejadian sopirnya sempat mengingatkan bahwa Handi dan Salsabila yang sudah diniatkan akan dibuang ke sungai akan dicari oleh orang tuanya.
"Tidak muncul itu rasa.. Kok malah kasihan sama anggota daripada kasihan sama korban? Tidak punya rasa kasihan sama korban ini?" tanya Surjadi dengan nada tinggi.
Priyanto kemudian menjawab bahwa ketika itu ia berpikir bahwa Handi dan Salsabila telah meninggal dunia.
"Jadi walaupun sudah meninggal tidak punya pikiran juga? Kok malah kasihan sama anggota bukan kasihan sama korban?" kata Surjadi.
Priyanto sebelumnya didakwa atas sejumlah tindak kejahatan pada persidangan Selasa (8/3/2022).
Dakwaan primer yang didakwakan yakni pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Dakwaan subsider pertama yang didakwakan yakni Pasal 328 KUHP tentang penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP kejahatan terhadap kemerdekaan orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Untuk dakwaan subsider ketiga yang didakwakan yakni Pasal 181 KUHP tentang mengubur, menyembunyikan, membawa lari, atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. (Tribunnews.com/ Gita Irawan)