Pesan pertama yang terkandung dalam ayat di atas menyiratkan hikmah bagi umat manusia bahwa sebagian besar ayat dan surat dalam Al-Qur’an tidak dapat dilepaskan dari peristiwa sejarah di wilayah Makkah dan Madinah.
Makkah adalah fase pertama proses penerimaan wahyu, di mana Muhammad dengan gelar “Al-Amin”-nya mendeklarasikan dirinya sebagai Rasul terakhir dan sekaligus penerima wahyu terakhir pula.
Sedangkan Madinah merupakan fase kedua di mana Al-Qur’an berada dalam proses pembentukan dan penyusunannya lebih lengkap dan sistematis. Pesan kedua adalah dalam hal bacaan ayat-ayat Al-Qur’an.
Norma-norma pembeda teks Al-Qur’an dengan teks-teks lainnya tampak pada segi bagaimana wahyu tersebut sampai kepada Rasul.
Tidak serta merta wahyu tersebut sampai secara sekaligus dan lengkap, melainkan terjadi secara berangsur-angsur (tadaruj).
Alasan diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap didasarkan kepada keyakinan Al-Qur’an (teks) ditujukan kepada manusia untuk merespon segala situasi dan kondisi sesuai dengan realitas (konteks).
Argumennya, menjadi suatu hal yang mustahil ayat Al-Qur’an tersebut turun secara bersamaan antara teks dengan konteksnya.
Pesan ketiga adalah dalam hal pemaknaan ayat-ayat Al-Qur’an. Teks-teks suci dalam pemaknaan wahyu ilahi (kalamullah) sampai kepada Rasul berdasarkan tuntutan dan kebutuhan untuk merespon berbagai persoalan yang terjadi sepanjang sejarah.
Sehingga masing-masing teks suci tersebut memiliki ciri dan karakter berdasarkan model pengucapan, huruf dan lafalnya hingga pemaknaannya.
Perbedaan paling mencolok tampak pada lafadz “yaa ayuhannaas” meru-pakan corak ayat Makkiyah, yang mana lafaznya lebih umum (‘amm) dan pendek-pendek karena ayat-ayat tersebut lebih banyak ditujukan kepada seluruh umat manusia.
Sedangkan contoh ayat Madaniyah, lafazh “yaa ayuhalladziina amanu” lebih spesifik (khas) dan panjang-panjang, karena lebih ditujukan khusus bagi orang yang beriman (kaum muslimin).
Selain itu, dalalah ayat-ayat Al-Qur’an yang bercorak ‘amm dan khas tentu menjadi bagian penting sebab turunnya Al-Qur’an.
Sebagai kitab suci yang selalu dijaga kemurniannya tentu semakin banyak menggali isi kandungan Al-Qur’an, maka semakin banyak pula hikmah yang dapat diperoleh. Ia merupakan satu-satunya pedoman hidup (the spirit of life).
Tidak ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkan hikmah diturun¬kannya Al-Qur’an adalah ia menjadi kitab suci pembawa petunjuk, pembawa kabar gembira, sumber ilmu pengetahuan, jalan menuju keselamatan bagi manusia di dunia dan akhirat.