TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah DPR RI mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Dewan Pimpinan Pusat Banteng Muda Indonesia (DPP BMI) mengajak kaum muda untuk mengawal dan membantu sosialisasi undang-undang tersebut.
Ketua Umum DPP BMI Mochamad Herviano Widyatama mengatakan, hal itu dilakukan sebagai bentuk perlindungan dari kekerasan seksual bagi semua kalangan.
“DPP BMI mengajak kaum muda dan seluruh elemen masyarakat untuk terus mengawal dan membantu sosialisasi UU TPKS sebagai bentuk perlindungan dari kekerasan seksual terhadap perempuan dan kekerasan kepada siapapun yang tak memandang gender,” kata Herviano Widyatama dalam keterangan yang diterima, Sabtu (16/4/2022).
Baca juga: Babak Baru Kasus Oknum Guru Agama Lecehkan 10 Santriwatinya, Kajari Depok Turun Langsung Jadi JPU
Baca juga: Kisah 3 Maling Helm di Matraman, Ketakutan Dikejar Warga, Pilih Kabur Tinggalkan Motornya
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu menjelaskan, setiap orang berhak mendapatkan pelindungan dari kekerasan dan berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.
Sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Kekerasan seksual bertentangan dengan norma agama, norma budaya, merendahkan harkat, martabat dan merusak keseimbangan hidup manusia serta mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat,” kata Herviano.
Baca juga: UU TPKS Disahkan, KSP Dorong Percepatan Pengesahan RUU PPRT
Melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), dalam kegiatan Mimbar Orasi Pelajar dan Mahasiswa untuk Mengawal UU TPKS, tingginya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak menjadi dasar dari UU TPKS.
Berdasarkan data Sistem Informasi Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) selama 3 bulan terakhir, terdapat 6136 kasus kekerasan yang berdasarkan usianya angka tertinggi terdapat 2709 kasus pada anak usia 13-17 tahun.
Sedangkan berdasarkan jenisnya tertinggi ada pada kasus kekerasan seksual.
Pada 2021, KemenPPA juga melakukan survei Kekerasan Berbasis Gender Online, hasilnya menunjukkan kekerasan terbanyak terjadi pada perempuan dengan korban usia 15-19 tahun, yang mana merupakan irisan pelajar dan mahasiswa.
Baca juga: UU TPKS Disahkan, Papan Bunga Selamat ke Puan Maharani hingga Panja Warnai Kompleks DPR
Ketua DPP BMI Bidang Perempuan dan Anak, Pricilla Justian mengapresiasi DPR RI, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA), Komnas Perempuan, elemen organisasi perempuan, dan masyarakat yang turut mengawal hingga RUU TPKS disahkan menjadi UU TPKS melalui Rapat Paripurna DPR RI.
Untuk mengoptimalkan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual, UU TPKS yang disahkan DPR RI mengatur sembilan TPKS, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
UU TPKS pintu masuk bagi seluruh stakeholder dan aparat penegak hukum dalam membuat peraturan turunan dan penyelesaian kasus kekerasan seksual.
“UU TPKS payung hukum yang memberikan kekuatan kepada korban kekerasan seksual. Sebab, UU TPKS adalah perundang-undangan menjamin keadilan bagi setiap individu yang menjadi objek atau korban kekerasan seksual,” jelas Pricilla.