TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Golkar Muslim Jaya Butarbutar menilai tudingan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) yang mencap Airlangga Hartarto sebagai satu dari tujuh orang “penjahat demokrasi” dinilai ngawur dan tendensius.
Fungsionaris DPP Partai Golkar ini menegaskan, sejak awal, pada bulan Februari, Partai Golkar secara tegas menolak penundaan pemilu.
"Bisa dicek jejak digital awal februari Partai Golkar tidak setuju dengan penundaan pemilu. Sehingga sangat tidak berdasar tuduhan LSM KontraS melabelkan Airlangga Hartarto sebagai “penjahat demokrasi”. Ini tuduhan yang sangat tendensius," kata Muslim Jaya Butarbutar dalam keterangan diterima, Senin (18/4/2022).
Baca juga: Dewas KPK Masih Kumpulkan Bukti Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli Menonton MotoGP Mandalika
Baca juga: Demokrat Apresiasi Julukan Bapak Perdamaian untuk SBY: Tapi Lebih Tepat Bapak Demokrasi
Baca juga: Menakar Peluang Erick Thohir dan Puan Maharani di Sumbagsel untuk Pilpres 2024
Muslim Jaya menilai aneh dengan label tersebut.
Ia mengingatkan bahwa wacana penundaan pemilu pertama kali disampaikan oleh Menteri investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Wacana itu kata Muslim, kemudian disambut oleh beberapa kelompok sosial masyarakat dan terakhir diwacanakan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
"Tidak ada sama sekali wacana penundaan pemilu berasal dari Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto," tegasnya.
Adapun kata Muslim Jaya Butarbutar, saat ketua Umum Partai Golkar berkunjung ke Riau. Dan dalam pertemuan tersebut, ada tanya jawab yang menyampaikan aspirasi tiga periode, tentu aspirasi itu ditampung dan akan disampaikan.
"Tapi itu bukan keputusan Partai Golkar karena sejak awal, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto terus berkonsolidasi secara internal untuk pemenangan Pilpres 2024, karena ini amanat Munas Golkar tahun 2019," imbuhnya.
Baca juga: Ramadan Bersamaan dengan Paskah, Muhaimin Squad Bersih-Bersih Gereja dan Bagikan Takjil
Baca juga: Gunung Anak Krakatau Kembali Erupsi, Masyarakat Diimbau Tidak Mendekat Radius 2 Kilometer
Muslim Jaya Butarbutar yang juga Ketua Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro ini menegaskan, Golkar telah menggambarkan akan bahaya penundaan pemilu karena merusak tatanan konstitusi dan bisa berujung kudeta Pemerintahan.
"Serta, tidak ada legitimasi kuat yang bisa menopang penundaan pemilu," ujarnya.
KontraS, lanjut Muslim Jaya, harus melihat jejak digital Partai Golkar yang sejak awal menolak wacana penundaan pemilu karena melanggar konstitusi.
Untuk itu pihaknya mengingatkan KontraS untuk tidak sembarangan melabelkan seseorang sebagai “Penjahat Demokrasi “ karena bisa dianggap sebagai pembunuhan karakter.
"Saya mengajak kita semua agar di bulan puasa ini menjaga etika, tutur bahasa yang baik dan tidak sembarangan menuduh seseorang karena bisa mengurangi hakikat dan makna bulan puasa," pungkasnya.
Baca juga: Kontrakan di Pasar Kambing Jadi Sarang Prostitusi, di Tangsel Miras dan Sound System Disita
Sebelumnya, KontraS melalui akun twitternya menyebutkan, para tokoh atau pejabat yang melemparkan wacana penundaan pemilihan umum (pemilu) atau perpanjangan masa jabatan presiden merupakan "penjahat demokrasi".
Para pejabat "penjahat demokrasi" versi KontraS di antaranya, yaitu Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
"Mereka yang menyebut wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan/atau penundaan pemilu #PenjahatDemokrasi," tulis KontraS dalam akun twitter resminya @Kontras, Kamis (14/4/2022) pekan lalu.