Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) secara resmi menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka dugaan kasus mafia minyak goreng.
Kejagung juga menetapkan tiga orang lainnya yang merupakan para produsen minyak goreng diantaranya Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor (MPT), Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) Stanley MA (SMA), dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim MAS Picare Togare Sitanggang (PTS).
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), Alif Kamal, mengapresiasi langkah Kejagung yang telah membongkar praktik kartel dalam komoditas minyak goreng.
Apalagi, praktik culas itu yang menyebabkan adanya kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri.
Namun, Alif berharap pengusutan mafia minyak goreng itu tidak hanya berhenti pada Dirjen Perdagangan Luar Negeri maupun tiga produsen tersebut.
Sebab, kata Alif, praktik kartel minyak goreng ini sudah tersistem dan melibatkan banyak pihak di Kementerian Perdagangan maupun perusahaan lainnya.
"Mafia minyak goreng ini kan sudah tersistem, pasti banyak pemainnya, jadi Kejagung harus membongkar sampai ke akar-akarnya," ujar Alif, dalam keteranganya, Rabu (20/4/2022).
Baca juga: Dirjen Daglu Kemendag Terima Gratifikasi Terkait Izin Ekspor Minyak Goreng? Ini Penjelasan Kejagung
Alif mengatakan, Kejagung juga harus segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut kepada para pemain besar yang menguasai perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak goreng.
Dia menjelaskan, 40 persen pangsa pasar minyak goreng Indonesia dikuasai oleh 4 perusahaan besar. Mereka juga merupakan konglomerat penguasa sawit.
"Sektor perkebunan kelapa sawit dan produksi turunannya seperti minyak goreng hanya dikuasai dan dikontrol oleh segelintir orang. Mereka juga harus segera diperiksa," tegasnya.
Sejak awal, lanjut Alif, PRIMA menilai bahwa kebijakan menaikkan harga minyak goreng yang disesuaikan dengan harga kelapa sawit di pasar internasional merupakan bagian dari praktik kartel.
Sepanjang tahun 2021 saja produksi kelapa sawit mencapai 46,88 juta ton. Masalahnya, sebagian besar produksi kelapa sawit nasional diekspor ke luar negeri. Pada tahun 2021 kemarin, volume ekspor CPO mencapai 34,2 juta ton.
Baca juga: Jokowi Akui Ada Permainan Terkait Harga Minyak Goreng, Minta Kejagung Usut Tuntas
"Artinya, 72,9 persen produksi CPO nasional di bawa ke luar negeri," kata Alif.
"Minyak goreng ini sudah menjadi persoalan publik berbulan-bulan dan tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah. Ironis kalau ternyata dalam pemerintah sendiri yang menjadi dalang kekisruhan soal minyak goreng ini," pungkasnya.