TRIBUNNEWS.COM - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menuai kritik setelah tidak melanjutkan laporan kasus dugaan pembohongan pubik yang dilakukan oleh Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, ke persidangan etik.
Kritik tersebut dilontarkan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.
Kurnia menilai Dewas telah menjadi pelindung pimpinan KPK.
Ditambah, dirinya juga menyebut adanya perbedaan obyek pemeriksaan dari Dewas terkait keputusan tidak dilanjutkannya kasus pembohongan publik oleh Lili.
Baca juga: Dewan Pengawas KPK Tidak Lanjutkan Kasus Lili Pintauli, Ini Respon Pelapor
Baca juga: Kasus Lili Tonton MotoGP Mandalika, Dewas KPK Panggil Dirut Pertamina Nicke Widyawati Besok
“Penting kami tekankan objek pemeriksaan Dewas berbeda. Sanksi pemotongan gaji saudari LPS berkaitan dengan komunikasinya dengan mantan Wali Kota Tanjungbalai, bukan (soal) konferensi pers,” ujar Kurnia, Rabu (20/4/2022) dikutip dari Kompas.com.
“Lagi-lagi kami melihat Dewas bertindak menjadi benteng pengaman Pimpinan KPK,” imbuhnya.
Pembatalan Disesalkan Pelapor
Keputusan Dewas juga disesalkan oleh pelapor dan mantan pegawai KPK, Benydictus Siumlala Martin Sumarno.
Padahal, menurut dia, Lili telah dinyatakan Dewas KPK terbukti melakukan kebohongan dalam konferensi pers mengenai kasus Tanjungbalai pada 30 April 2021.
"Saya pribadi menyesalkan keputusan Dewas ini karena di KPK nilai integritas adalah yang utama," kata Benydictus kepada Tribunnews.com, Rabu (20/4/2022).
Baca juga: Ada Wajahnya Terpampang di Baliho, Ketua KPK Firli Bahuri: Saya Tidak Tahu
Benydictus juga menyebut Dewas KPK serasa tidak ada gunanya.
Kalaupun ada gunanya, lanjut dia, tidak sebanding dengan fasilitas yang diterima selama menjadi Dewan Pengawas KPK.
"Kejadian ini semakin membuktikan apa yang sudah diprediksi banyak pihak sejak diubahnya UU KPK pada 2019, yaitu dewan pengawas ini hanya akan menjadi entitas yang tidak berguna," sebut Benydictus.
Lolosnya Lili dari jeratan hukuman, dinilai Benydictus merupakan sikap abai Dewas KPK sebagai pengawas pimpinan KPK.
Menurut dia, ke depannya pimpinan KPK akan semakin berani melanggar nilai-nilai integritas yang ada di KPK.
"Karena terbukti sudah, dewan pengawasnya tidak bergigi," ujar Benydictus.
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, Dewas KPK tidak melanjutkan kasus pembohongan publik oleh Lili Pintauli Siregar ke sidang etik.
Demikian tertuang dalam surat Dewas KPK nomor: R-978/PI.02.03/03-04/04/2022 tertanggal 20 April 2022 yang ditujukan kepada pihak pelapor atas nama Benydictus Siumlala Martin Sumarno dkk.
"Sesuai dengan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan oleh Dewan Pengawas pada tanggal 29 Maret 2022 maka perbuatan Sdri. Lili Pintauli Siregar yang diduga melanggar Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK tidak dilanjutkan ke persidangan etik karena sanksi etiknya sudah terabsorbsi dengan Putusan Sidang Etik Nomor 05/DEWAS/ETIK/07/2021," bunyi surat itu dikutip pada Rabu (20/4/2022).
Baca juga: Dewas KPK Tak Lanjutkan Kasus Pembohongan Publik Lili Pintauli ke Sidang Etik
Dalam surat yang ditandatangani oleh Anggota Dewas KPK Harjono ini, ada tiga poin penjelasan yang menjadi alasan Dewas tidak melanjutkan laporan ke persidangan etik.
Pada poin pertama, Dewas KPK menyatakan telah melakukan kegiatan pengumpulan bahan-bahan informasi dan klarifikasi.
Poin kedua, Lili Pintauli dinyatakan terbukti berbohong kepada publik dalam konferensi pers tanggal 30 April 2021.
Pada poin ketiga disampaikan alasan Dewas menjatuhkan sanksi etik kepada Lili di kasus Tanjungbalai karena yang bersangkutan telah berbohong kepada publik.
"Salah satu alasan Dewan Pengawas menjatuhkan sanksi dalam Putusan Sidang Etik Nomor 05/DEWAS/ETIK/07/2021 adalah kebohongan yang dilakukan oleh Sdri. Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers tanggal 30 April 2021 sehingga sanksi yang diberikan telah mengabsorbsi dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku terkait 'kebohongan' publik," bunyi surat itu.
Sanksi etik dimaksud yakni seputar komunikasi langsung Lili dengan pihak beperkara di KPK yaitu Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial.
Lili terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan Syahrial guna pengurusan penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.
Hal itu terkait dengan pembayaran uang jasa pengabdian Ruri sejumlah Rp53.334.640,00. Lili dikenakan sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan.
Sementara untuk pembohongan publik, hal itu diadukan oleh pegawai KPK yang dipecat lantaran disebut tidak lolos asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK), Benydictus Siumlala Martin Sumarno dkk.
Mereka mengadukan Lili ke Dewas pada Senin (20/9/2021).
Dalam laporannya, mereka mengatakan dugaan pembohongan publik ini terkait konferensi pers yang dilakukan Lili pada 30 April 2021.
Baca juga: Disebut Kecolongan, KPK Justru Apresiasi Kejagung Usut Kasus Mafia Minyak Goreng
Saat itu, Lili menyangkal telah berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial.
Pengakuan tersebut termentahkan oleh putusan Dewas yang menyatakan Lili terbukti secara sah dan meyakinkan berkomunikasi dengan M. Syahrial yang merupakan tersangka KPK.
Dalam putusannya, Dewas KPK juga menyatakan bahwa Lili telah menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)(Kompas.com/Tatang Guritno)