Kolusi yang terjadi adalah adanya penyelewengan pemberian rekomendasi ekspor CPO.
Baca juga: Kisah 2 Remaja di Bogor Diajak ke Vila, Dilecehkan dan Dijual Rp 500 Ribu Sekali Kencan Via MiChat
Baca juga: Update Kasus Binomo: 78 Saksi Diperiksa, Kerugian 118 Korban Capai Rp 72 Miliar
Sebagaimana diketahui, pemerintah hanya mengizinkan penjualan CPO ke luar negeri jika produsen telah memenuhi DMO-nya sebesar 20 persen, yang berlaku hingga pertengahan Maret 2022.
Dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022, pemerintah mewajibkan DMO sebesar 20 persen dari produksi CPO.
Selain itu, produsen CPO harus menjual CPO ke pabrik minyak goreng dengan harga Rp 9.300 per kilogram dan Rp 10.300 untuk Olein.
Memang pada akhirnya pemerintah menyerah dan mencabut peraturan DMO dan diganti dengan pungutan pajak ekspor.
Pemerintah juga memberlakukan Harga Eceran Tertinggi (HET) khusus minyak goreng curah yang disubsidi dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Namun persoalannya, lanjut Amin, sebelum dicabut ternyata banyak pelaku usaha yang masih mengekspor komoditas meski belum memenuhi DMO.
Baca juga: Hari Ini Manajer Klub Basket Bima Perkasa Yogyakarta Bakal Diperiksa Kasus Investasi Bodong DNA Pro
Berdasarkan penyelidikan Kejaksaan Agung, terdapat 164 perusahaan yang diduga mendapatkan rekomendasi ekspor tanpa memenuhi ketentuan.
"Hingga saat ini Minyak Goreng curah harganya masih tinggi diatas ketentuan HET, pasokan juga masih jauh dari kebutuhan masyarakat. Selain itu potensi penyelewengan oleh pihak tertentu dengan mengemas minyak goreng curah yang dijual dengan harga kemasan," ujar Amin.
Amin juga menilai, sejumlah Menteri dan pejabat tinggi lainnya seperti Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, secara normatif ikut bertanggungjawab atas terjadinya kolusi dan korupsi minyak goreng ini.
"Sudah seyogyanya Kejaksaan Agung memeriksa mereka," tandasnya.
Empat Tersangka Mafia Minyak Goreng
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, empat orang telah ditetapkan tersangka terkait kasus mafia minyak goreng.
Mereka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, Indrasari Wisnu Wardhana; Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau, Stanley MA; General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Togar Sitanggang; dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Parulian Tumanggor.
Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, mengatakan penetapan tersangka keempat orang itu dilakukan usai penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup.
"Bukti permulaan cukup 19 saksi, 596 dokumen, dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli."
"Dengan telah ditemukannya alat bukti cukup yaitu dua alat bukti," ujarnya di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
Peran 4 Tersangka Mafia Minyak Goreng
Berdasarkan rilis Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Indrasari berperan menerbitkan persetujuan ekspor terkait komoditi CPO dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, dan PT Musim Mas.
Sementara, ketiga tersangka lainnya secara intens berkomunikasi dengan Indrasari untuk mendapatkan izin persetujuan ekspor tersebut, meski mengetahui perusahaan mereka tak memenuhi syarat.
Saat ini, Indrasari dan Parulian ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI.
Sementara itu, Togar dan Stanley ditahan di Kejakasaan Negeri Jakarta Selatan.
"Ditahan selama 20 hari terhitung hari ini sampai 8 Mei 2022," pungkas Burhanuddin. (tribun network/thf/Tribunnews.com)