TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panasnya matahari begitu terasa di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (21/4/2022).
Semangat Lasmina, seorang wanita untuk mengais rezeki dengan menggunakan gerobak sepeda tak surut oleh kondisi tersebut.
Lasmina, seorang wanita berusia 30 tahun sehari-hari menjajakan jasa vermak baju dan celana.
"Selamat siang, mas," katanya disela-sela kesibukannya menjahit kepada Tribunnews.com.
Wanita asal Medan, Sumatera Utara itu merupakan penjahit keliling di Pasar Lenteng Agung.
Dia tinggal bersama suami dan tiga anaknya di kawasan Lenteng Agung.
Menjahit adalah pekerjaan hari-hari Lasmina bersama suaminya.
Tiga anak Lasmina sedang menempuh pendidikannya masing-masing.
Ia bahkan mampu menyekolahkan anak-anaknya berkat keahliannya menjahit.
Sembari melayani pengunjung yang menggunakan jasanya, Lasmina pun menceritakan kisah awalnya menjadi tukang jahit.
Awalnya, dia tak berpikir sama sekali bakal menjadi tukang jahit.
Lasmina dulunya ingin jadi dokter, namun orangtua tak sanggup membiayai.
"Dulunya ingin jadi dokter, mas. Tapi malah tukang jahit," ujar Lasmina lalu tertawa.
Lasmina menuturkan, dirinya pernah bekerja sebagai buruh pabrik di sebuah perusahaan garmen di Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
"Dulu sih upah minimum regional (UMR) kecil ya. Kalau enggak salah Rp 1 juta per bulan," ucapnya.
Setelah menjahit beberapa baju, Lasmina menelpon suaminya agar melayani beberapa pengunjung lainnya.
Sebab, di sebelah Lasmina terdapat mesin jahit milik suaminya.
Sejurus kemudian, dia pun melanjutkan kisahnya.
Dia mengaku tak malu dengan pekerjaannya.
"Ngapain malu sih. Yang ada malah bangga bisa bantu suami dan anak-anak," ungkapnya.
Lasmina enggan menceritakan penghasilannya per hari.
Sebab, tiap hari pengunjungnya tidak tentu.
Kadang banyak, kadang sepi.
"Enggak nentu. Intinya kalau lagi ada jahitan ya ada. Pokonya ada saja tiap hari," ucapnya.
Kendati demikian, wanita yang mengenakan kemeja lengan panjang kuning itu mengaku dirinya tetap bersyukur meski penghasilannya terkadang kurang.
"Intinya bersyukur saja," ungkapnya.
Keberadaan para penjahit di lokasi ini tak gratis.
Sebulan sekali, mereka harus membayar uang keamanan kepada ormas.
"Ada yang bulanan minta Rp 100 ribu per hari. Ada juga yang minta per hari Rp 5 ribu," ucapnya.
Bertepatan hari Kartini ini, dia berpesan agar anak muda, khusunya perempuan harus memiliki semangat.
"Perempuan jangan pantang menyerah, selalu berusaha. Intinya ada niat dan kemauan. Jangan milih-milih pekerjaan yang penting halal," ungkapnya.(Fersianus Waku)