TRIBUNNEWS.COM - Tim Penyidik Kejaksaan Agung RI menyampaikan perkembangan terkait penanganan kasus gratifikasi ekspor minyak goreng.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, pihaknya telah memeriksa saksi tambahan dan juga ahli.
Kejagung telah memeriksa 30 saksi, tujuh ahli dan juga menggeledah 10 tempat terkait kasus ini.
Tak hanya itu, Tim Penyidik juga tengah fokus memeriksa 650 dokumen, terutama barang bukti elektronik yang dijadikan indikasi suap dan kerjasama para tersangka.
"Tujuh saksi ahli telah kami periksa, karena kualifikasi ini dinaikkan jadi penyidikan adalah karena kerugian ekonomi bagi negara,"
"Kami sudah memeriksa 30 saksi, ada 10 tempat sudah kami lakukan penggeledahan, dokumen juga sudah sekitar 650 dan terutama penyidik saat ini konsentrasi di barang bukti elektronik,"
"Ini memperkuat adanya dugaan kerja sama para tersangka, masih dalam peneleitian penyidikan tidak bisa diungkapkan percakapannya seperti apa," kata Febrie saat jumpa pers secara virtual yang ditayangkan YouTube KompasTV, Jumat (22/4//2022).
Febri menambahkan, Tim Penyidik juga tengah mengumpulkan alat bukti lain yang dianggap cukup kuat.
Baca juga: KPPU Panggil 37 Pihak, Termasuk Pemerintah Telisik Kasus Dugaan Kartel Minyak Goreng
Baca juga: Beri Izin Ekspor Minyak Goreng ke Wilmar, Mengapa Dirjen Kemendag Dijadikan Tersangka?
"Contohnya pengembangan, bagaimana menuduhkan gratifikasi, suapnya? nah ini sedang dikerjakan,"
"Ada teman PPATK, teman-teman pajak, aset dan lain, langkah prioritas itu kita lakukan," katanya.
Lanjut Febri, kasus dugaan korupsi izin ekspor ini bukan tidak mungkin mengarah ke kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ataupun keterlibatan tersangka lain.
"Kami terus kembangkan, apabila ada yang terlibat dalam proses kelangkaan minyak goreng itu maka akan kita tetapkan sebagai tersangka termasuk pemanggilan saksi," kata Febrie.
Kejagung Gandeng BPKP Hitung Kerugian Negara Kasus Minyak Goreng
Kejaksaan Agung RI menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung jumlah kerugian negara terkait dugaan korupsi izin persetujuan ekspor (PE) fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau mafia minyak goreng.
Febrie menyampaikan, kasus mafia minyak goreng dinilai telah berdampak tak hanya terhadap perekonomian negara.
Akan tetapi, berdampak terhadap kebijakan pemerintah.
"Tentunya dengan rekan-rekan ahli auditor BPKP tidak saja melihat dampaknya di perekonomian. Karena ini kan ada dampak lanjutan ya seperti kebijakan pemerintah BLT maupun kebijakan-kebijakan yang lain,"
"Di BPKP kemarin juga sudah mulai dibahas kerugian negara yang terjadi," kata Febri, Jumat (22/4/2022) sebagaimana dilanir Tribunnews.com.
Baca juga: KPK Ogah Disebut Kalah Cepat dari Kejagung Usut Mafia Minyak Goreng
Baca juga: MAKI Tak Akan Cabut Gugatan ke Mendag Meski Kejagung Tahan Mafia Minyak Goreng
Karena itu, lanjut Febrie, pihaknya masih membutuhkan waktu untuk menghitung jumlah pasti kerugian negara dalam kasus tersebut.
Nantinya, pihaknya bakal segera menyampaikan kepada masyarakat.
"Dalam kualifikasi itu butuh waktu pasti. Tapi akan kita usahakan secepat mungkin ini akan kita selesaikan," katanya.
Empat Tersangka Mafia Minyak Goreng
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, empat orang telah ditetapkan tersangka terkait kasus mafia minyak goreng.
Mereka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, Indrasari Wisnu Wardhana; Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau, Stanley MA; General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Togar Sitanggang; dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Parulian Tumanggor.
Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, mengatakan penetapan tersangka keempat orang itu dilakukan usai penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup.
"Bukti permulaan cukup 19 saksi, 596 dokumen, dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli."
"Dengan telah ditemukannya alat bukti cukup yaitu dua alat bukti," ujarnya di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
(Tribunnews.com/Milani Resti/Igman Ibrahim)