Sama seperti Ade, sang kakak terlebih dulu kena OTT KPK. Rachmat Yasin bahkan dua kali berurusan dengan KPK karena kasus korupsi.
Pada 2014 silam Rachmat terjaring OTT KPK karena terlibat kasus suap izin rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri.
Ia menerima suap senilai Rp 5 miliar dari Presiden Direktur Sentul City, Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng.
Suap tersebut terkait tukar guling (ruislag) kawasan hutan di Kabupaten Bogor seluas 2.754 hektar. Kawasan tersebut rencananya dijadikan pemukiman berupa kota satelit Jonggol City.
Akibat perbuatannya itu, Rachmat Yasin dijatuhi vonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 300 juta oleh PN Tipikor Bandung.
Ia kemudian bebas pada Agustus 2019.
Namun belum genap sebulan merasakan hidup di luar penjara, KPK kembali menetapkan Rachmat sebagai tersangka.
Kali ini ia dijerat sebagai tersangka karena diduga terlibat dua kasus dugaan korupsi. \
Dalam kasus pertama, Rachmat Yasin diduga meminta setoran dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Dinas Kabupaten Bogor sebesar Rp 8.931.326.223.
Sedangkan dalam kasus kedua, Rachmat Yasin diduga menerima gratifikasi berupa tanah 20 hektar dan mobil Vellfire senilai Rp 825 juta.
Atas perbuatannya, Rachmat Yasin dijerat Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain mengikuti jejak sang kakak berurusan dengan KPK, ironinya Ade Yasin sebelum terjaring OTT malah sempat mengeluarkan surat edaran terkait penerimaan gratifikasi.
Surat Edaran yang dimaksud yakni nomor 700/547-Inspektorat. Isinya meminta kepada jajaran ASN Pemkab Bogor untuk tidak menerima gratifikasi Lebaran.
Edaran itu disampaikan untuk ASN, pimpinan dan karyawan BUMD.