Dalam edaran itu mereka dilarang melakukan permintaan, pemberian, serta penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan atau kewenangannya, baik terkait momen Lebaran maupun untuk penanganan pandemi Covid-19.
"Tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan atau kode etik, dan memiliki risiko sanksi pidana," kata Ade pada Senin (25/4) lalu.
Ade menjelaskan larangan tersebut berdasarkan pada ketentuan Pasal 12 B dan Pasal 12 C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Permintaan dana atau hadiah sebagai THR merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi," ucapnya.
Namun saat Ade menekankan kepada jajaran ASN di Pemerintah Kabupaten Bogor untuk tidak korupsi, dia malah diduga terlibat perilaku lancung.
Sehari setelah SE tersebut terbit, Ade menjadi salah satu pihak yang diamankan KPK dalam OTT.
Penangkapan Ade ini disesalkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Kemendagri menyesalkan hal itu (OTT) terjadi. Dengan kejadian tersebut, tentunya akan menambah jumlah kepala daerah yang tersangkut permasalahan hukum," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan.
Benni mengatakan, pihaknya akan memantau perkembangan kasus tersebut.
Kemendagri juga akan memastikan pelayanan publik di Kabupaten Bogor tetap terselenggara dengan baik usai Ade terjaring OTT KPK.
Namun, dia belum bisa memastikan apakah Kemendagri akan segera menunjuk pelaksana tugas Bupati Bogor.
"Kita ikuti proses hukum dulu sebelum mengambil langkah administrasi lainnya," ujarnya.
Adapun partai tempat Ade bernaung, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengaku belum mengetahui persis duduk perkara kasus yang menjerat Ade.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP, Arwani Thomafi mengaku masih menunggu penjelasan resmi komisi antirasuah.