TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana bersama tiga orang pengusaha, berhasil dicokok dan dijadikan tersangka kasus minyak goreng, beberapa waktu lalu.
Penyidik Kejaksaan Agung RI (Kejagung) berhasil menangkap keempatnya setelah beredar video tersangka Indrasari Wisnu Wardhana diduga sedang memberikan bocoran kepada Menteri Perdagangan (Mendag) Lutfi, terkait rencana pengungkapan tersangka mafia minyak goreng.
Menyikapi hal tersebut, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menyatakan kalau sikap kepercayaan diri dari Indrasari sangat terlihat saat itu.
Indrasari kata Burhanuddin sangat percaya diri atau (PD) kalau perbuatannya tidak akan diketahui dengan menyatakan ada pihak lain yang akan menjadi tersangka.
"Dia (Indrasari Wisnu) terlalu pede kalau perbuatannya itu tidak terbongkar, makanya jejak digital tidak bisa dipungkiri tidak bisa dihapus dan kami mengungkap itu dari sebuah alat komunikasi, itu dia terlalu pede dipikirnya dia tidak akan terendus," kata Burhanuddin dalam podcast bersama Deddy Corbuzier, dikutip Jumat (13/5/2022).
Kendati saat ditanyakan mengenai adanya sosok lain di belakang Indrasari terkait kasus mafia minyak goreng ini, Burhanuddin masih enggan berspekulasi lebih cepat.
Dirinya mengatakan, sejauh ini tim penyidik dari Kejagung RI masih melakukan pendalaman penyidikan guna mengungkap kemungkinan adanya pihak lain.
"Kita akan lihat masih dalam penyelidikan nanti tetapi kan bisa aja seseorang itu full power di situ kan, bisa saja."
"Misalnya dia lah yang mengizinkan yang memberi izin dia tak hanya melakukan full power aja tetapi dia pemutus gitu, tetapi kita akan lihat nanti, ini kan baru beberapa hari," tegas Burhanuddin.
Terkait dengan terkuaknya mafia minyak goreng tersebut, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan, adanya permasalahan pengawasan dalam pengelolaan hingga distribusi minyak goreng yang dinilainya longgar.
Dia tidak sepakat kalau sistem yang disebut menjadi masalah, sebab, sistem terkait distribusi seperti halnya keperluan ekspor minyak goreng sudah ada aturannya.
"Sistem ini sudah baik sebenarnya karena sudah ada aturannya, kalau sekian kita ekspor harus ada sekian (yang dikelola), (tapi) sistem pengawasannya yang agak longgar kemungkinan di situ," katanya.
Dugaan itu didasari karena menurut Burhanuddin, dalam suatu manajemen yang baik, maka harus diutamakan sistem pengawasan yang baik juga.
Baca juga: Sedang Ditangani Kejagung, Indrasari Wisnu Juga Berpotensi Jadi Tersangka Korupsi lmpor Besi
Sebab kata dia, jika pengawasan yang dilakukan baik, maka kasus eksportir yang dilakukan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendagri bersama ketiga pengusaha yang dijadikan tersangka kasus minyak goreng tidak akan terjadi.
"Iya pasti, pasti, karena di dalam manajemen controling itu faktor utama, ya pengawasan itu harus terus terkontrol, kalau misalnya pengawasannya bagus ini tidak akan terjadi," tegas Burhanuddin.
Namun terlepas dari hal tersebut, Burhanuddin mengatakan kalau keseluruhan tindakan korupsi didasari pada niat dari manusia itu sendiri.
Untuk saat ini, pihaknya masih akan menyelidiki sekaligus melakukan pengembangan atas penetapan tersangka kasus minyak goreng, guna mengungkap kemungkinan adanya tersangka lain dalam perkara ini.
"Tapi kalau kejadian ini sudah berjalan, kita akan lihat saja dulu jangan tergesa-gesa, 'si ini menjadi wah ini akan ke sini, ini akan ke sini' belum tentu, kita akan lihat faktanya dulu aja, apakah dia ada di belakangnya? Kan kita tidak tahu juga kan. Insha Allah akan terus diselidiki," tukas Burhanuddin.
Kekinian, Kejaksaan Agung RI memeriksa 5 orang sebagai saksi terkait kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya atau mafia minyak goreng pada Kamis (12/5/2022).
Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana menyampaikan bahwa mayoritas saksi yang diperiksa merupakan analis perdagangan di Kemendag RI. Mereka adalah K, DM dan AF.
"Ketiganya diperiksa terkait mekanisme pengajuan izin ekspor ke Kementerian Perdagangan Republik Indonesia," kata Ketut dalam keterangannya, Kamis (12/5/2022).
Selain mereka, kata dia, pihaknya juga memeriksa dua orang saksi lain. Keduanya adalah EN selaku Direktur PT Jampalan Baru dan LCW alias WH selaku Penasehat Kebijakan/Analisa pada Independent Research & Advisory Indonesia.
Dijelaskan Ketut, EN diperiksa terkait jumlah minyak goreng yang dipesan ke Permata Hijau Group kemudian alur distribusi. Sementara itu, LCW diperiksa terkait penjelasan saksi dengan beberapa pihak kementerian, pihak pelaku usaha, pertemuan melalui zoom meeting yang berkaitan dengan permasalahan minyak goreng.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, teka-teki dalang yang bermain di balik mafia minyak goreng akhirnya terungkap. Setidaknya ada empat orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
"Tersangka ditetapkan 4 orang," ujar Jaksa Agung RI ST Burhanuddin di Kejaksaam Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
Keempat tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indrasari Wisnu Wardhana dan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group.
Lalu, Togar Sitanggang General Manager PT Musim Mas dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parulian Tumanggor.
Menurut Burhanuddin, penetapan tersangka itu setelah penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup.
"Bukti permulaan cukup 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli. Dengan telah ditemukannya alat bukti cukup yaitu 2 alat bukti," ungkap Burhanuddin.
Dalam kasus ini, Burhanuddin menuturkan para tersangka diduga melakukan pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin penerbitan ekspor. Lalu, kongkalikong dikeluarkannya perizinan ekspor meski tidak memenuhi syarat.
"Dikeluarkannya perizinan ekspor yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, telah mendistribuskan Crude palm oil (CPO) tidak sesuai dengan Domestic Price Obligation (DPO) dan tidak mendistribusikan CPO/RBD sesuai Domestic Market Obligation (DMO) yaitu 20 persen," jelasnya.
Lebih lanjut, Burhanuddin menuturkan ketiga tersangka yang berasal dari swasta tersebut berkomunikasi dengan Indasari agar mendapatkan persetujuan ekspor.
"Ketiga tersangka telah berkomunikasi dengan tersangka IWW, sehingga perusahaan itu untuk dapatkan persetujuan ekspor padahal nggak berhak dapat, karena sebagai perusahaan yang telah mendistribusikan tidak sesuai DPO dan DMO. Yang bukan berasal dari perkebunan intri," beber dia.
Adapun Indasari dan Parlindungan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung Ri. Sementara itu, Togar dan Stanley ditahan di Kejakasaan Negeri Jakarta Selatan.
"Ditahan selama 20 hari terhitung hari ini sampai 8 Mei 2022," pungkasnya.
Atas perbuatannya itu, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 54 Ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang tentang Perdagangan, Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 jo Nomor 170 Tahun 2022 tentang domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).
Berikutnya, Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, jo Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teksnis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Oil, dan UCO.