Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selasa, 12 Mei 1998 selepas magrib, Lasmiati Syahrir dikagetkan dengan ketukan pintu rumahnya yang begitu keras.
Setelah ibadah salat magrib, dia membukakan pintu rumahnya dan melihat seseorang yang merupakan teman Herry Hartanto, anak Lasmiati dengan wajah panik.
"Jadi ceritanya magrib pas malam itu Selasa jam 6 sore saya kan lagi salat margib, tiba-tiba temannya almarhum (Herry Hartanto) ketuk-ketuk pintu, katanya 'bu si Heri katanya ada di RS," cerita Lasmiati saat ditemui di acara halalbihalal Aktivis 98 di Jakarta Pusat, Kamis (12/5/2022).
Baca juga: Aktivis 98 Terus Suarakan Korban Tragedi Mei 1998 Jadi Pahlawan Nasional
Karena kabar itu, Lasmiati pun panik dan berpikir jika terjadi sesuatu dengan anak pertamanya itu.
"Saya berpikirnya dia itu bawa mobil kenceng-kenceng takutnya dia ada kecelakaan di tol," jelasnya.
Mendengar cerita rekan anaknya, dia langsung bergegas untuk menuju Rumah Sakit Sumber Waras, Grogol Petamburan, Jakarta Barat dengan diantar pemberi kabar.
Sampai di lokasi, kepanikannya bertambah besar setelah melihat lautan manusia yang terdiri dari aparat TNI, Polisi dan Mahasiswa yang berada di rumah sakit itu.
Hatinya berantakan ketika melihat banyaknya orang di rumah sakit itu.
Lasmiati masih belum mengerti apa yang terjadi saat itu hingga menyeret anak laki-laki satu-satunya itu.
"Saya dituntun ke UGD. Tapi di UGD kok nggak ada, di belakang (rumah sakit). Saya dituntun lagi. Ternyata saya diajak ke kamar mayat," ucapnya.
Bak kehilangan separuh raga, Lasmiati Syahrir harus menerima kenyataan pahit melihat jenazah anaknya yang saat itu tengah mengemban pendidikan di Universitas Trisakti.
Tangisan Lasmiati tak bisa terhenti seraya melihat darah dari tubuh anak itu terus mengalir hingga menyentuh tanah rumah sakit.
"Lah itu 4 mahasiswa itu sudah ditutup kafan putih, sudah berbujur kaku di situ. Ditungguin sama dosen mereka masing-masing. Begitu saya lihat ke bawahnya itu darahnya masih mengucur dari badan dia ke tanah," jelasnya.
Sambil menahan air mata, Lasmiati menceritakan perasaannya tak bisa tergambarkan lagi saat itu.
Hanya suara tangisan kencang yang keluar dari mulut Lasmiati melihat jasad anaknya.
Dia baru tahu ternyata anaknya tewas tertembak dalam aksi demonstrasi yang menuntut reformasi dalam pemerintahan orde baru.
"Ya itu saya nangis terus sampai nggak abis pikir waktu itu kan penuh mahasiswa penuh tentara penuh polisi, ini ibu katanya untung anak-anak yang udah ketembak ini diamanin, kalau enggak bisa ilang," tuturnya.
Baca juga: Upacara Peringatan Tragedi Trisakti, Ketua Umum Ika: Perjuangan Reformasi Harus Dilanjutkan
Air matanya tak tertahan saat mengenang almarhum anaknya itu.
Tidak ada lagi suara dan pelukan dari anak laki-laki yang kerap mencari dirinya.
"Dia itu kan kalau dari kuliah atau dari mana-mana kalau belum ketemu sama saya itu pasti nyariin, kalau ke kamar nggak ada pasti nyariin ke mana pasti dia nyari-nyari, terus kalau udah ketemu itu meluk gitu gimana ya," ungkapnya.
Sekarang, Lasmiati menyebut hanya bisa menyampaikan keluh kesahnya ketika rasa kangen melanda di depan pusara Herry.
"Paling paling ziarah ke makamnya, nanti disitu kita ngadu apa masalah kita, ya kita ngadu kayak dia masih hidup," jelasnya.
Dalam kegiatan halalbihalal Aktivis 98 itu, dia berterimakasih kepada pemerintah yang saat ini sudah mulai peduli terkait tragedi 1998 itu.
Para keluarga korban diberikan rumah gratis di Grand Mekarsari Residence, Cileungsi, Bogor sebagai bentuk kehadiran pemerintah di tengah isu kemanusiaan.
"Saya berterima kasih sama Pak Jokowi. Paling tidak pemerintah sudah mengakui perjuangan anak kita kan. Walau berapa miliar, triliun pun tak akan terganti dengan nyawa anak kita kan. Paling tidak pemerintah tuh sudah ada pengakuan perjuangan anak kita," katanya.
Baca juga: Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, Penembakan 4 Mahasiswa dalam Demonstrasi di Era Presiden Soeharto
Dia juga masih menunggu kepastian hukum setelah Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan agar kasus tragedi Trisakti harus dituntaskan.
"Kan berarti kemauan dari Pak Jokowi itu sudah ada pemerintah yang sekarang, jadi tinggal dari Kejaksaan Agung sama Komnas HAM yang harus menuntaskan. Kan memang sudah diperintahkan kan, Pak Jokowi itu kan anak kandung reformasi kan," ucapnya.
Diketahui, Herry Hartanto adalah satu dari empat Mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas tertembak pada tragedi Trisakti 12 Mei 1998.
Selain Herry, tiga orang lainnya adalah Elang Mulya Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie.
Hingga kini, para Aktivis 98 menuntut pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional untuk keempat orang pahlawan reformasi itu.