TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah mengkritik Singapura yang menolak kehadiran Ustaz Abdul Somad ke wilayahnya.
Fahri menyebut Singapura sebagai negara kecil yang ‘belagu’.
“Negara seupil aja belagu!,” ujarnya seperti dikutip Tribunnews dari laman Partai Gelora, Rabu (18/5/2022).
Selanjutnya, dalam cuitan di akun Twitter pribadinya, Fahri menjelaskan bahwa setiap orang memiliki hak untuk melintasi negara.
Bahkan hal tersebut diatur dalam statuta ASEAN.
“Di alam demokrasi, melintas negara adalah HAM.. Statuta ASEAN juga mengatur itu. Makanya gak perlu visa.. Negara tidak perlu menjelaskan kenapa seseorang diterima karena itu HAK. Tapi negara wajib menjelaskan kenapa seseorang ditolak. (bagi yg setuju prinsip demokrasi dan HAM),” ujarnya.
Baca juga: Banyak Koruptor Lari ke Singapura Tapi tak Dicegat, Mengapa Ustad Abdul Somad Dideportasi?
Baca juga: Kronologis Lengkap Ustaz Abdul Somad Dideportasi Singapura, Niat Berlibur Malah Seperti Dipenjara
Selanjutnya, ia menegaskan, keimigrasian di era modern, penjaga perbatasan imigrasi hanya memastikan kelengkapan dokumen bukannya memeriksa ceramah atau pandangan politik seseorang.
“Dalam prinsip keimigrasian modern tugas penjaga perbatasan imigrasi hanya memastikan kelengkapan dokumen. Dia tidak memeriksa ceramah atau pandangan politik orang apalagi yang disampaikan di majelis-majelsi keilmuan.”
“Makannya perbatasan cukup pakai cap jari atau pengenal wajah,” terangnya.
Fahri juga mengungkapkan, prinsip keimigrasian yang bergantung kepada penerimaan politik negara tujuan yang bersifat subjektif adalah konsep keimigrasian kuno.
“Dlm konsep keimigrasian kuno, pelintas batas sangat bergantung kepada penerimaan politik negara tujuan yg sangat subjektif dan tidak bisa menerapkan prinsip2 umum ttg perjalanan dari satu titik ke titik lain.”
“Itulah sebabnya kelengkapan administrasi bukan segalanya,” jelas Fahri.
Sehingga, menurutnya, contoh kasus penolakan UAS oleh Singapura adalah bentuk tindakan keimigrasian yang tidak beradab.
“Menolak perjalanan pribadi seorang biksu Myanmar atau pendeta Singapura atau Ustadz Indonesia bukanlah sebuah tindak keimigrasian yg beradab. Apalagi jika perjalanan itu murni perjalanan wisata dgn perempuan dan anak bayi dibawah 1 tahun.”
“Ini melanggar nilai2 dasar ASEAN,” tegasnya.
Selain itu, Fahri menilai ada persoalan lain dari penolakan UAS oleh Singapura yaitu berkembangnya Islamophobia.
Sehingga, dirinya mengatakan berkembangnya Islamophobia ini membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional melawan Islamophobia.
“Ada persoalan lain yang nampak dari kasus UAS ini, yaitu berkembangnya Islamophobia tidak saja di beberapa negara tetangga tetapi juga termasuk di dalam negeri.”
“Islamophobia dan berbagai macam kebencian kepada sesama adalah penyakit ummat manusia kita hari ini,” kata Fahri.
“Itulah sebabnya PBB menetapkan tanggal 15 Maret sebagai hari Internasional melawan Islamophobia. PBB telah mulai melancarkan kampanye global untuk melawan penyakit sosial ini.”
“Kasus UAS ini dapat menjadi pelajaran awal di kawasan ASEAN. Paling tidak di dlm negeri sendiri. Tks,” jelasnya.
Alasan Singapura Tolak UAS: Disebut Ekstrimis dan Ajarkan Segregasi
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Singapura mengeluarkan tiga poin terkait alasan melakukan deportasi terhadap Ustaz Abdul Somad (UAS).
Tiga poin alasan tersebut dituangkan di laman resmi Kemendagri Singapura, mha.gov.sg pada Selasa (17/5/2022).
Poin pertama yang dituliskan adalah terkait konfirmasi bahwa UAS sampai di Singapura dan berada di Terminal Feri Tanah Merah pada Senin (16/5/2022) dari Batam dengan enam anggota lainnya.
Baca juga: Pemerintah Singapura Akhirnya Buka Suara, Ungkap Alasan Larang Ustaz Abdul Somad Masuki Wilayahnya
Kemudian, UAS disebut diwawancarai dan dinyatakan bahwa dia dan kelompok yang bersamanya ditolak untuk masuk ke Singapura.
Setelah itu, UAS ditempatkan kembali di kapal feri untuk kembali ke Batam, Kepulauan Riau di hari yang sama.
“Kementerian Dalam Negeri Singapura mengkonfirmasi bahwa pemuka agama asal Indonesia Abdul Somad Batubara (Somad) sampai di Terminal Feri Tanah Merah, Singapura pada 16 Mei 2022 dari Batam dengan enam anggota lainnya.”
“Somad diwawancarai, setelah itu kelompok tersebut ditolak masuk ke Singapura dan ditempatkan di feri kembali ke Batam di hari yang sama,” demikian bunyi poin pertama.
Dikenal Ekstremis dan Ajarkan Segragasi
Lalu di poin kedua, Kemendagri Singapura menilai penolakan kehadiran UAS di Singapura lantaran ia dikenal sebagai pemuka agama yang ekstrimis dan mengajarkan segregasi.
Dalam poin ini pun dijelaskan contoh ajaran dari UAS adalah dirinya mengajarkan bahwa bom bunuh diri diperbolehkan dalam konteks konflik Israel dan Palestina serta dianggap sebagai operasi ‘syahid’.
Baca juga: UAS Dilarang Masuk Singapura, Pengamat: Diterima Tidaknya WNA Masuk Suatu Negara Adalah Kedaulatan
Kemudian ajaran lain yang dianggap bertentangan dengan Singapura adalah komentar merendahkan umat agama lain seperti Kristen dengan mendeskripsikan salib sebagai tempat tinggal setan atau iblis.
Selain itu, UAS juga dianggap telah mempublikasikan non muslim sebagai ‘kafir’.
“Somad dikenal sebagai pemuka agama yang memiliki sifat ekstrimis dan mengajarkan segregasi di mana ini tidak diterima di lingkungan sosial Singapura yang multi rasial dan multi agama.”
“Contohnya, Somad telah mengajarkan bahwa bom bunuh diri diperbolehkan dalam konteksi konflik Israel-Palestina dan dianggap operasi ‘syahid’.
“Ia juga telah berkomentar merendahkan umat dari kepercayaan lain seperti Kristen dengan mendeskripsikan salib sebagai tempat tinggal setan atau iblis.”
“Selain itu, Somad telah mempublikasikan terkait umat non muslim sebagai ‘kafir’,” tulis poin kedua.
Dinilai Seolah-olah Kunjungan Sosial
Selanjutnya pada poin terakhir disebutkan, masuknya pengunjung ke Singapura tidak dapat dilakukan secara otomatis ataupun menjadi hak.
Baca juga: DAFTAR Negara yang Pernah Menolak Ustaz Abdul Somad, Tak Hanya Singapura
Kemendagri Singapura juga menyebut, setiap kasus dinilai berdasarkan kemampuannya sendiri sedangkan UAS, berdasarkan pernyataan tersebut, telah berusaha memasuki Singapura dengan pura-pura untuk kunjungan sosial.
“Pengunjung yang masuk ke Singapura tidak dapat dilakukan secara ototmatis ataupun dianggap memiliki hak. Setiap kasus dinilai berdasarkan ciri-ciri di dalamnya.”
“Ketika Somad telah mencoba untuk memasuki Singapura yang seolah-olah untuk kunjungan sosial, Pemerintah Singapura mengambil pandangan serius terhadap siapapun yang mendorong kekerasan dan/atau mendukung ajaran ekstrimis dan mengajarkan segregasi.”
“Somad dan kelompoknya ditolak untuk masuk ke Singapura,” demikian tertulis di poin terakhir.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Ustaz Abdul Somad Dideportasi Singapura