Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjawab pertanyaan publik terkait perkembangan kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan tahun 2007.
Diketahui, putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terhadap Anggoro Widjojo selaku pemilik PT Masaro Radiokom mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan mantan Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban atau MS Kaban.
Meski sudah dirinci secara gamblang oleh hakim, KPK hingga kini belum menetapkan MS Kaban sebagai tersangka.
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri berkata, jika memang betul ada keterlibatan MS Kaban dalam perkara itu, sudah seharusnya status MS Kaban tak hanya sekadar saksi.
Baca juga: KLHK Tanggapi Tudingan Deforestasi: Izin Konsesi Sawit di Papua Itu Dikeluarkan Menteri MS Kaban
Ali kemudian menyinggung ihwal tahun saat terjadi tindak pidana korupsi tersebut.
"Itu perkara tahun berapa dan masa kepemimpinan KPK siapa? Jika memang ada alat bukti semestinya sudah naik dari dulu?" kata Ali kepada Tribunnews.com, Kamis (19/5/2022).
Sebagai informasi, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap Anggoro Widjojo pada 19 Juni 2009.
KPK pun memastikan tidak akan melindungi para pihak yang diduga terlibat suatu tindak pidana korupsi.
"KPK tak pernah melindungi siapapun. Kecuali para pelapor adanya korupsi pasti kami lindungi secara hukum," kata Ali.
Sebelumnya, KPK telah menyatakan akan menjadikan vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam perkara dugaan suap Anggoro Widjojo sebagai alat bukti dalam menjerat keterlibatan pihak lain, termasuk Menteri Kehutanan ketika itu, MS Kaban.
Baca juga: Neno Warisman, MS Kaban hingga Buni Yani Gabung Partai Ummat
Anggoro divonis dalam perkara dugaan suap pengajuan anggaran 69 program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan 2007.
Putusan majelis hakim tersebut menyatakan Anggoro terbukti menyuap sejumlah pejabat Kemenhut, termasuk MS Kaban, dan sejumlah anggota DPR periode 2004-2009.
"Vonis adalah bukti otentik untuk alat bukti menemukan kebenaran materil," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas melalui pesan singkat, Rabu (2/7/2014) saat ditanya apakah KPK akan menjerat Kaban, seperti diberitakan Kompas.com.
Menurut Busyro, KPK taat asas dalam menangani suatu kasus.
"Standar lidik, sidik, dan standar penuntutan di KPK berdasarkan prinsip taat asas, yaitu menemukan kebenaran materil berdasarkan bukti-bukti yang valid," ujar Busyro.
Secara terpisah, Jaksa KPK Riyono berpendapat bahwa putusan majelis hakim yang menyatakan Anggoro terbukti menyuap Kaban ini bisa menjadi suatu fakta hukum yang bisa digunakan KPK untuk mengembangkan lebih lanjut kasus ini.
"Kalau masalah tindak lanjut itu ya nanti lah kita tunggu langkah berikutnya, tapi yang jelas begini, tahap pertama adalah dalam putusan itu dinyatakan Anggoro terbukti memberikan sejumlah uang kepada MS Kaban, itu saja yang terpenting," ujar Riyono.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan pemberian uang dan barang dari Anggoro kepada Kaban terbukti melalui rekaman pembicaraan dan transkrip pesan singkat antara Anggoro dan Kaban.
Rekaman ini sudah diperdengarkan dalam persidangan sebelumnya dan sudah dikonfirmasikan kepada Kaban dan Anggoro.
Tim jaksa KPK juga telah membeberkan transkrip pesan singkat antara Kaban dengan Anggoro dalam persidangan sebelumnya.
Menurut majelis hakim, Anggoro terbukti memberikan uang kepada Kaban beberapa kali yang nilainya jika ditotal mencapai 40.000 dolar Singapura, 45.000 dolar AS dan cek perjalanan senilai Rp50 juta.
Uang-uang tersebut dikirimkan Anggoro ke rumah dinas Kaban di Jalan Denpasar, Jakarta, beberapa kali.
Anggoro juga dinyatakan terbukti memberikan kepada Kaban lift untuk Gedung Menara Dakwah yang menjadi pusat kegiatan Partai Bulan Bintang.
Adapun Partai Bulan Bintang merupakan partai asal MS Kaban.
"Jelas terungkap fakta bahwa terdakwa memberikan uang dan barang kepada saksi, termasuk MS Kaban," kata Hakim Slamet.
Majelis hakim juga menilai bahwa sangkalan Kaban dan Anggoro dalam persidangan sebelumnya mengenai serah terima uang dan barang ini hanyalah upaya keduanya untuk menghindar dari pertanggung jawaban hukum atas perbuatan mereka.
Menurut majelis hakim, bantahan Anggoro dan Kaban tidak disertai alasan yang masuk akal.
"Hal tersebut bertentangan dengan keterangan para saksi, ahli akustik forenstik, alat bukti petunjuk yang dihadirkan dalam persidangan yang dengan jelas mengungkap fakta perbuatan terdakwa yang telah memeberikan uang dan barang kepada MS Kaban. Oleh karena itu penyangkalan terdakwa patut dikesampingkan," kata Hakim Sinung Hermawan.
Sebelumnya, saat bersaksi, Kaban mengaku tidak pernah meminta dua unit lift kepada Anggoro.
Kaban mengaku tidak banyak tahu asal usul lift tersebut.
Kaban juga tak mengakui suaranya dalam rekaman sadapan telepon yang diputar jaksa KPK.