TRIBUNNEWS.COM - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian meneken Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 tentang pencatatan nama dalam dokumen kependudukan.
Dalam beleid tersebut, yang menjadi sorotan adalah aturan nama minimal dua kata alias tak boleh satu kata.
Hal ini pun tak pelak menimbulkan pertanyaan di masyarakat tentang bagaimana nasib orang zaman dahulu yang namanya hanya satu kata.
Apakah mereka harus memperbarui dokumen kependudukan atau menambahkan nama baru di belakang nama mereka saat ini?
Baca juga: ISI Lengkap Permendagri Nomor 73 Tahun 2022: Nama Maksimal 60 Huruf dan Minimal 2 Kata
Baca juga: Pencatatan Nama Minimal Dua Kata di Dokumen Kependudukan, Dirjen Dukcapil: Sifatnya Imbauan
Jamak diketahui, orang zaman dulu kerap memberikan nama pada anak mereka berupa satu kata.
Misal Ridwan, Ngatiyem, Sugiono, Purnomo, Wiyono, Nurjannah, dan lainnya.
Nama ini pun tentu sudah tercetak di dokumen kependudukan, misal KTP atau KK.
Nah, bila merujuk pada Permendagri Nomor 73/2022, maka pencatatan nama dalam dokumen kependudukan tersebut dinyatakan tetap berlaku.
Hal ini tertuang dalam Pasal 8 Permendagri Nomor 73/2022 yang berbunyi: "Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan yang telah dilaksanakan sebelumnya, dinyatakan tetap berlaku."
Artinya, jika Anda memiliki nama yang terdiri satu kata, tidak perlu berganti KTP atau KK apalagi malah menambahkan nama baru di belakang.
Anda tetap bisa memakai dokumen kependudukan yang selama ini telah dimiliki.
Pasalnya, peraturan baru ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu pada 21 April 2022 sebagaimana yang ditulis dalam Pasal 9.
"Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," demikian bunyi Pasal 9 Permendagri Nomor 73/2022.
Dengan demikian, bagi Anda yang sedang mempersiapkan nama untuk anak, maka bisa mempertimbangkan aturan baru ini.
Misalnya dengan mulai menyiapkan nama minimal dua kata dan maksimal 60 huruf termasuk spasi.
Bersifat Imbauan
Sementara itu, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakhrulloh mengatakan, aturan dalam Permendagri itu bersifat imbauan.
Alasan minimal dua kata adalah demi mengedepankan masa depan anak.
"Contoh ketika anak mau sekolah atau mau ke luar negeri untuk membuat paspor minimal harus dua suku kata, nama harus selaras dengan pelayanan publik lainnya," kata dia dilansir Tribunnews.com, Senin (23/5/2022).
Namun jika ada orang tua yang bersikeras nama anaknya satu kata, tetap bisa dituliskan dalam dokumen kependudukan.
"Jika ada nama orang hanya satu kata, disarankan, diimbau untuk minimal dua kata, namun jika pemohon bersikeras untuk satu kata, boleh," kata Dirjen Dukcapil.
Zudan menjelaskan, pencatatan nama pada dokumen kependudukan perlu diatur sebagai pedoman bagi penduduk dan pejabat yang berwenang melakukan pencatatan untuk memudahkan pelayanan publik.
Sehingga memberikan manfaat untuk pedoman pencatatan nama, penulisan nama pada dokumen kependudukan, dan meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan.
Selain itu, hal ini akan memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, serta pemenuhan hak konstitusional dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan.
"Saya sangat bersemangat menyosialisasikan Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 ini," ujarnya.
Ia menekankan, pencatatan nama pada dokumen kependudukan mesti sesuai prinsip norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Antara lain syaratnya mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir, jumlah huruf paling banyak 60 karakter termasuk spasi dan nama paling sedikit dua kata.
Aturan ini dimaksudkan untuk memudahkan anak dalam pelayanan publik lainnya, sebagai contoh saat pendaftaran sekolah, atau ketika si anak diminta guru menyebutkan namanya, dalam pembuatan ijazah, paspor dan lain sebagainya.
"Setiap penduduk memiliki identitas diri dan negara harus memberikan pelindungan dalam pemenuhan hak konstitusional dan tertib administrasi kependudukan," ujarnya.
"Tujuan aturan ini dibuat untuk sebagai pedoman pencatatan nama, pedoman dalam penulisan nama pada dokumen kependudukan."
"Juga meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan, memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, pemenuhan hak konstitusional dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan," urai Zudan.
Sementara itu, berikut isi Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 sebagaimana dikutip dari salinan lembaran yang telah diunggah di laman resmi Kemendagri:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
2. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran Penduduk dan pencatatan Sipil.
3. Nama adalah penyebutan untuk memanggil seseorang sebagai identitas diri.
4. Pencatatan Nama adalah penulisan nama Penduduk untuk pertama kali pada Dokumen Kependudukan.
5. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi yang selanjutnya disebut Disdukcapil Provinsi adalah perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan administrasi kependudukan.
6. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Disdukcapil Kabupaten/Kota adalah perangkat daerah kabupaten/kota selaku instansi pelaksana yang membidangi urusan administrasi kependudukan
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota adalah unit pelayanan administrasi kependudukan di tingkat kecamatan yang berkedudukan di bawah Disdukcapil Kabupaten/Kota.
8. Perwakilan Republik Indonesia adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia, Konsulat Jenderal Republik Indonesia, dan Konsulat Republik Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 2
Pencatatan nama pada Dokumen Kependudukan dilakukan sesuai prinsip norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
Dokumen Kependudukan meliputi:
a. biodata Penduduk;
b. kartu keluarga;
c. kartu identitas anak;
d. kartu tanda penduduk elektronik;
e. surat keterangan kependudukan; dan
f. akta pencatatan sipil.
Pasal 4
(1) Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan oleh Disdukcapil Kabupaten/Kota, UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia.
(2) Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memenuhi persyaratan:
a. mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir;
b. jumlah huruf paling banyak 60 (enam puluh) huruf termasuk spasi; dan
c. jumlah kata paling sedikit 2 (dua) kata.
(3) Dalam hal Penduduk melakukan perubahan nama, pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri dan persyaratannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Dalam hal Penduduk melakukan pembetulan nama, pencatatan pembetulan nama termasuk bagian pembetulan Dokumen Kependudukan berdasarkan dokumen otentik yang menjadi dasar untuk pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 5
(1) Tata cara Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan meliputi:
a. menggunakan huruf latin sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia;
b. nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan pada Dokumen Kependudukan; dan
c. gelar pendidikan, adat dan keagamaan dapat dicantumkan pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik yang penulisannya dapat disingkat.
(2) Nama marga, famili, atau yang disebut dengan nama lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan satu kesatuan dengan nama.
(3) Tata cara Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan dilarang:
a. disingkat, kecuali tidak diartikan lain;
b. menggunakan angka dan tanda baca; dan
c. mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.
Pasal 6
(1) Pejabat pada Disdukcapil Kabupaten/Kota, UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan kepada Penduduk mengenai prinsip, persyaratan, dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4 ayat (2), dan Pasal 5.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memberikan saran, edukasi dan informasi guna pelindungan kepada anak sedini mungkin.
Pasal 7
(1) Penduduk yang memberikan nama yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b dan Pasal 5 ayat (3), pejabat pada Disdukcapil Kabupaten/Kota, UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia tidak mencatatkan dan menerbitkan Dokumen Kependudukan.
(2) Pejabat pada Disdukcapil Kabupaten/Kota, UPT Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia yang melakukan Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b dan Pasal 5 ayat (3), diberikan sanksi administratif berupa teguran secara tertulis dari Menteri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan yang telah dilaksanakan sebelumnya, dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Selengkapnya, Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 dapat Anda akses melalui link ini.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Larasati Dyah Utami)