Laporan wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Sebelum diproduksi secara massal, kelengkapan prajurit TNI AD harus melalui proses uji di Laboratorium.
Proses uji laboratorium itu dilakukan guna mendapatkan sertifikasi yang nantinya digunakan oleh seluruh prajurit.
Tribunnews.com mendapatkan kesempatan untuk melihat secara langsung proses uji di Laboratorium Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat (Dislitbangad), Batujajar, Bandung, Jawa Barat.
Proses uji kelengkapan yang biasa digunakan oleh prajurit yang di antaranya sepatu itu diuji di Subsi Alkapsat (Alat Perlengkapan Satuan).
Dislitbangad menggunakan cara adhesion test untuk menguji ketahanan sepatu sebelum nantinya diproduksi massal.
Baca juga: Mengenal Dislitbangad, Tempat Uji Perlengkapan hingga Alutsista TNI AD
Baca juga: Majelis Hakim Militer Tinggi akan Bacakan Vonis Kolonel Priyanto Selasa 7 Juni 2022
Pengujian dilakukan dengan cara menekuk sepatu sebanyak 15 ribu kali dengan menggunakan alat otomatis.
"Di sini kami menguji mekanisme itu berdasarkan kebutuhan di lapangan," kata Kepala Laboratorium Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat (Dislitbangad) Kolonel Arh Saptarendra di lokasi, Rabu (25/5/2022).
Sapta menjelaskan selain menguji ketahanan, pengujian ini juga dilakukan untuk kenyamanan prajurit anggota yang nantinya bermanfaat untuk kesehatan.
"Tadi seperti masalah tekukan sepatu kan suka ada yang sobek di bagian depan. Itu kalau tidak di cek, kalau masuk hutan, sepatunya kemasukan air akhirnya selain masalah kesehatan juga itu bisa menghambat tugas operasional," ucapnya.
Secara umum, sepatu prajurit TNI AD diproduksi sama dengan pembuatan tempat sepatu lain.
"Tapi kita parameternya dibuatkan dalam syarat-syarat tipe umum yang ditentukan oleh AD," jelasnya.
Selain sepatu, kelengkapan prajurit lainnya seperti bahan seragam dan helm juga dilakukan uji coba laboratorium.
Bahan seragam diuji ketahanannya agar tidak gampang sobek ketika dipakai dalam melaksanakan tugas operasional di lapangan.
Selanjutnya, untuk helm, peneliti melakukan uji coba agat tidak mudah retak, pecah apalagi rusak sebelum diproduksi massal.
Di samping itu, Laboratorium Dislitbangad punya seksi khusus yang bertugas menguji ketahanan amunisi. Yakni, seksi uji biologi kimia.
Tempat ini untuk menguji amunisi dengan menggunakan oven dan alat timbang.
Setiap amunisi yang dibeli oleh TNI AD harus tahan dipanaskan dalam oven dengan suhu 95 derajat.
Tidak tanggung, ujian itu dilakoni lebih dari sepuluh hari. Untuk dapat label kelas satu, amunisi tidak boleh berbau setelah berada dalam oven selama sepuluh hari. Beratnya juga tidak boleh menyusut.
Amunisi kelas satu adalah amunisi terbaik. Amunisi kelas satu punya masa pakai paling panjang. Amunisi itu bisa bertahan sampai 25 tahun.
Berbeda dengan amunisi kelas dua yang punya masa pakai 15 sampai 20 tahun. Proses uji amunisi kelas dua serupa dengan amunisi kelas satu.
Amunisi masuk golongan kelas dua apabila tahan dipanaskan dalam oven lebih dari enam hari dan kurang dari sepuluh hari.
Untuk amunisi kelas tiga, masa pakai selama 7,5 sampai 15 tahun. Dengan masa pengujian selama empat sampai lima hari.
Amunisi kelas empat, usia simpan alias masa pakainya tiga sampai tujuh tahun. Proses uji hanya tiga hari.
Sedangkan amunisi kelas lima yang biasa digunakan untuk latihan adalah yang dua hari dalam oven sudah beraroma tidak sedap juga menyusut beratnya.
Baca juga: Oditur Militer Tinggi Jawab Dalil Kolonel Inf Priyanto Tidak Melakukan Pembunuhan Berencana
Baca juga: Kasus Kolonel Priyanto, Oditur Militer Tinggi: Kopral Kadang Lebih Realistis dari yang Lama Dinas
Untuk informasi, Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat (Dislitbangad) menjadi satuan penting dalam menentukan kualitas perlengkapan hingga alutsista yang akan digunakan anggota TNI AD.
Sebagai Badan Pelaksana Pusat di tingkat Mabesad yang berkedudukan langsung di bawah Kasad dan mempunyai tugas pokok membina dan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan pada bidang Insani, sistem dan metode serta Materiil Angkatan Darat.