“Hanya saja karena tempatnya tidak di dalam negeri, kami mau ke sana juga bingung,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, di kantornya, Jakarta, Selasa (24/8/2021).
Karyoto mengatakan sangat ingin menangkap buronan kasus suap tersebut.
Dia mengatakan pernah mendapatkan izin pimpinan untuk menangkap, tapi belum memiliki kesempatan.
“Saya sangat nafsu sekali ingin menangkap, waktu itu Pak Ketua sudah memerintahkan, tapi kesempatannya belum ada,” kata Karyoto.
Perkara suap ini bermula ketika caleg PDIP dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal.
Nazarudin memperoleh suara terbanyak di Dapil itu.
Namun, karena dia meninggal, KPU memutuskan mengalihkan suara yang diperoleh Nazarudin kepada Riezky Aprilia, caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak kedua di Dapil I Sumatera Selatan.
Akan tetapi, Rapat Pleno PDIP menginginkan agar Harun Masiku yang dipilih menggantikan Nazarudin.
PDIP sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung dan menyurati KPU agar melantik Harun Masiku.
KPU berkukuh dengan keputusannya melantik Riezky.
Suap yang diberikan kepada Wahyu Setiawan diduga untuk mengubah keputusan KPU tersebut.
Pada pertengahan Maret tahun ini, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya belum tahu keberadaan penyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan itu.
“Kami masih mencari,” kata Alex di kantornya, Jakarta, Jumat (11/3/2022).
Alex mengatakan upaya menerbitkan red notice oleh Interpol juga belum membuahkan hasil dan hingga kini Harun Masiku masih buron.