TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak ambil pusing terkait bantahan yang disampaikan Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin.
Ade Yasin sebelumnya membantah telah meminta uang dari para kontraktor untuk menyuap anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Bantahan yang disampaikan tersangka, silakan disampaikan dalam BAP pemeriksaan di depan tim penyidik. Dan itu menjadi hak mutlak dari tersangka," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Kamis (2/6/2022).
Ali memastikan alat bukti yang sudah dikumpulkan tim penyidik hingga saat ini, diyakini dapat memperkuat dugaan perbuatan rasuah Ade Yasin.
"Seluruh alat bukti yang kami miliki tersebut juga akan diuji dan dibuka secara luas di depan persidangan," katanya.
Usai diperiksa pada Selasa (31/5/2022), Ade Yasin membantah telah meminta uang dari pihak kontraktor untuk menyuap auditor BPK Perwakilan Jawa Barat agar mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Sori ya saya tidak pernah melakukan itu. Enggak tahu, masih dalam pemeriksaan, sori," ucapnya di Gedung Merah Putih KPK Jakarta.
Selain itu, Ade Yasin juga mengaku tidak mengetahui keterlibatan sang kakak, Rachmat Yasin dalam kasus yang tengah menjeratnya.
"Enggak tahu, enggak tahu," sambungnya.
Baca juga: Periksa Kabag Keuangan RSUD Cibinong, KPK Dalami Arahan Ade Yasin Pungut Uang ASN
Sementara, berkali-kali penyidik KPK memanggil saksi untuk mendalami dugaan Ade Yasin mengumpulkan uang dari para kontraktor.
KPK telah menetapkan Bupati Bogor Ade Yasin bersama tujuh orang lain sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021.
Adapun ketujuh tersangka lain di antaranya Maulana Adam, Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor; Ihsan Ayatullah, Kasubdit Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor; serta Rizki Taufik, PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor.
Kemudian Anthon Merdiansyah, Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Kasub Auditor IV Jawa Barat 3 Pengendali Teknis; Arko Mulawan, Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor; Hendra Nur Rahmatullah Karwita, Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/pemeriksa; dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah, Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/pemeriksa.
Dalam konstruksi perkara, Ade Yasin dan tiga anak buahnya diduga menyuap empat pemeriksa BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat.
Suap itu dilakukan agar Kabupaten Bogor mendapatkan predikat WTP 2021.
Sebab, Ade mendapatkan informasi bahwa audit keuangan di Pemkab Bogor jelek dan bisa berakibat opini disclaimer.
Hal ini lantaran dalam temuan audit, ditemukan sejumlah masalah, terutama terkait proyek di Dinas PUPR Kabupaten Bogor yang pelaksanaanya tidak sesuai dengan kontrak.
Salah satu proyek yang dimaksud yakni pembangunan jalan Kandang Roda-Pakansari senilai Rp94,6 miliar.
Suap yang diberikan diduga mencapai miliaran rupiah.
Pada saat operasi tangkap tangan (OTT), KPK mengamankan barang bukti senilai total Rp1,024 miliar.
Selain itu ada uang mingguan yang diberikan kepada para pemeriksa BPK Perwakilan Jabar senilai Rp1,9 miliar.
Adapun sumber uang untuk menyuap pemeriksa BPK itu masih dalam pendalaman KPK.
Diduga, sumber uang suap berasal dari pungutan dari ASN hingga sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Pemkot Bogor.
Atas perbuatannya, Ade Yasin, Maulana Adam, Ihsan Ayatullah, Rizki Taufik selaku penyuap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Karwita, dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.