Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Adam Deni, Herwanto tak terima dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) 8 tahun penjara terhadap kliennya dalam kasus ilegal akses dokumen milik Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni.
"Kami penasehat hukum merasa bahwa tuntutan 8 tahun terhadap terdakwa telah secara nyata sebuah perbuatan dzolim," kata Herwanto saat membacakan pledoi atau nota pembelaan Adam Deni di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (7/6/2022).
Menurut Herwanto, kliennya diperlakukan tak wajar dan melampaui batas dalam kasus tersebut.
Baca juga: Kembali Minta Maaf Saat Bacakan Pledoi, Adam Deni Mengaku Tak Ada Niat Jahat Terhadap Ahmad Sahroni
Sebab sejak awal perkara Adam Deni dikawal lebih ketat oleh beberapa aparat kepolisian menggunakan senjata api laras panjang.
"Sehingga sudah tampak jelas bahwa langkah tersebut melampaui batas dan menunjukkan tidak wajar," ujarnya.
Selain itu, Herwanto membantah JPU yang menyebut kliennya tak bersikap baik selama proses persidangan.
"Padahal secara nyata bahwa waktu itu terjadi berawal dari sikap dan perlakuan dari petugas kejaksaan dengan memborgol tangan para terdakwa dan menghalangi para terdakwa memberikan keterangan di media massa," ungkap Herwanto.
Terdakwa perkara dugaan pelanggaran UU ITE Adam Deni Gearaka dituntut delapan tahun penjara dalam kasus ilegal akses dokumen milik Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni.
Hal ini disebutkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam sidang tuntutan, Senin (30/5/2022).
Jaksa menyebut terdakwa Adam Deni terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan transmisi atau pemindahan dokumen secara ilegal.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama delapan tahun penjara dikurangi masa tahanan dan denda Rp 1 miliar subsider 5 bulan kurungan," kata jaksa saat membacakan tuntutan.
Selain Adam Deni, jaksa juga menuntut terdakwa Ni Made Dwita Anggari delapan tahun penjara dalam kasus yang sama.
Jaksa menilai kedua terdakwa telah terbukti bersalah melanggar Pasal 48 Ayat (3) jo Pasal 32 Ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.