Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Latar ekonomi keluarga menjadi pendorong besar anak-anak memasuki dunia kerja.
Bahkan ada anak-anak yang menjadi tulang punggung keluarga.
Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan. Khususnya bagi mereka yang memasuki dunia kerja di usia sangat muda dan telah berada dalam lingkungan kerja terburuk untuk anak.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Kementerian Ketenagakerjaan (PTKDN Kemnaker) Nora Kartika Setyaningrum.
Baca juga: Ancam Mogok Kerja Jika DPR Tak Cabut RUU PPP, Said Iqbal: 5 Juta Buruh Akan Terlibat Aksi Ini
"Keberadaan anak tersebut baik langsung dan tidak langsung akan membawa pengaruh buruk tumbuh kembang anak. Yang akan berakibat tidak optimal tumbuh kembang fisik, mental, sosial dan intelektual anak," ungkapnya pada acara Save The Children Indonesia secara virtual, Rabu (15/6/2022).
Untuk mengatasi persoalan pekerja anak kata Nora, harus ada upaya yang serius dan terencana. Serta berkelanjutan dan diselenggarakan secara terpadu dan terintegritas secara baik.
Masalah pekerja anak merupakan masalah yang kompleks. Tidak hanya terkait dengan masalah tenaga kerjaan. Tapi juga masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan sosial, budaya dan lainnya.
Baca juga: Murid SD di Binjai Meninggal Diduga Dianiaya Teman, Dinas Perlindungan Anak Mengaku Tidak Tahu
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen menghapus pekerja anak terutama bekerja pada yang bekerja yang buruk untuk anak.
Komitmen ini dibuktikan dengan ratifikasi konvensi ILO No. 138 mengenai usia minimun untuk bekerja dan konvensi ILO No 182 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan pekerjaan terburuk untuk anak.
"Kita menyadari bahwa penghapusan pekerjaan anak tidak dapat dilakukan sendiri. Namun dilakukan bersama, lintas sektor. Baik instansi pemerintah maupun non pemerintah," kata Nora lagi.
Oleh karena itu penting melakukan sinergi dan keterpaduan dalam implementasi penanganan pekerja anak.