TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jamaah Muslimin (Hizbullah), Agus Sudarmaji menegaskan bahwa Jamaah Muslimin tidak ada hubungan secara organisatoris sama sekali dengan Khilafatul Muslimin.
Hal ini diungkapkan Agus Sudarmaji terkait dengan munculnya pemberitaan di media yang seolah-olah mengaitkan Jamaah Muslimin (Hizbullah) dengan Khilafatul Muslimin yang belakangan anggota dan pejabatnya ditangkap aparat.
"Sejak Jamaah Muslimin (Hizbulah) ditetapi kembali pada tahun 1953, kami bukan gerakan politik, tapi bersifat diini (tidak berideologi politik). Kami bergerak di bidang sosial kemasyarakatan, pendidikan dan kemanusiaan," demikian diungkapkan Agus Sudarmaji dalam keterangan resminya kepada Tribunnews, Rabu (15/6/2022).
Agus menjelaskan, sebagai bentuknya Jamaah Muslimin mendirikan pondok pesantren, rescue, bakti sosial, dan pembinaan umat dalam bentuk ceramah keagamaan.
Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, Jamaah Muslimin berkontribusi positif dalam membangun masyarakat dan bangsa.
Baca juga: Petinggi Khilafatul Muslimin yang diamankan di Klaten dan Brebes Ditetapkan Jadi Tersangka
Dijelaskan Agus, Khilafah ala minhajin Nubuwah yang sering disampaikan oleh para mubaligh Jamaah Muslimin, yang dimaksud adalah pola dan metodologi kepemimpinan umat yang mengacu kepada contoh Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin (Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib) dan bersifat non politik.
Dan bukan mengacu kepada khilafah yang dipraktikkan Muawiyah bin Abi Sufyan yang berbentuk mulkan (politik).
Sejak ditetapkannya Jamaah Muslimin (Hizbullah) hingga saat ini, Agus mengatakan tidak pernah tersangkut dan terlibat pelanggaran hukum yang berlaku di Indonesia.
Jamaah Muslimin (Hizbullah) dalam kegiatannya tidak berorientasi kepada aktivitas politik.
"Apa yang kami amalkan selama ini adalah semata-mata untuk melaksanakan tuntunan Allah dan Rasul-Nya dan telah dikaji oleh para ulama sebagai wujud pengamalan Syariat Islam yaitu membangun kesatuan umat dalam wadah kemasyarakatan Islam yang berdasarkan misi kenabian," ungkapnya.
Dia mengatakan, di mana pun berada kemasyarakatan Islam tidak mengusik kekuasaan setempat--berikut ideologi dan sistem sosial politik yang dianut--, melainkan berusaha mendorong kehidupan yang damai dan harmonis di tengah keragaman budaya dan agama.
"Kami mengajak semua pihak untuk saling menghormati dan menjauhi konflik apalagi permusuhan yang bisa mengakibatkan munculnya perbuatan yang Allah haramkan yaitu pertumpahan darah di muka bumi," pesannya.
"Kami meyakini bahwa tidak ada negara Islam. Nabi Muhammad Shalalallahu ‘alayhi wassalam bukanlah kepala negara ataupun tokoh politik melainkan Utusan Allah yang misi utamanya untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamiin)."
"Beliau tidak mencontohkan pembentukan negara dan pemerintahan dengan tujuan politik tertentu," kata Agus.
Agus mengatakan, penjelasannya ini sekaligus sebagai bentuk penolakan atas adanya pihak yang mengaitkan Jamaah Muslimin (Hizbullah) dengan Khilafatul Muslimin.
"Tindakan itu merupakan fitnah yang kami tolak," tegasnya.
Baca juga: Petinggi Khilafatul Muslimin yang diamankan di Klaten dan Brebes Ditetapkan Jadi Tersangka
Sebelumnya diberitakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan ada organisasi yang berpaham khilafah selain Khilafatul Muslimin masih eksis di Indonesia hingga saat ini.
Pengurus Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme MUI Makmun Rasyid mengatakan, organisasi tersebut, yakni Jamaah Muslimin Hizbullah.
"Sebenarnya selain Khilafatul Muslimin, ada kelompok yang masih eksis sampai saat ini (Jamaah Muslimin Hizbullah)," kata Makmun dalam diskusi daring yang digelar MUI, Sabtu (11/6/2022).
Menurut Makmun, antara Khilafatul Muslimin dan Jamaah Muslimin Hizbullah memiliki keterkaitan.
Sebab, kata dia, pemimpin Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja saling mengenal dengan pemimpin Jamaah Muslimin Hizbullah.
"Jadi dua organisasi ini sampai saat ini masih eksis," ujar Makmun.
Makmun mengaku sempat bertemu dengan tokoh-tokoh dari Jamaah Muslimin Hizbullah dalam sebuah seminar di Universitas Indonesia (UI).
"Saya juga pernah bertemu tokoh-tokoh daripada Jamaah Muslimin Hizbullah. Saat itu ada di seminar, kita undang di Universitas Indonesia," ungkapnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya kembali menangkap dua orang terkait Kelompok Khilafatul Muslimin di kantor pusatnya di Bandar Lampung, Sabtu (11/6/2022).
Meski begitu, pihak kepolisian belum membeberkan secara detil terkait dengan identitas kedua tersangka yang baru ditangkap.
"Hari ini kami menangkap dua tersangka (terkait kelompok Khilafatul Muslimin)," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi dalam keterangannya, Sabtu (11/6/2022).
Hengki hanya menyebut keduanya merupakan tokoh penting dalam kelompok tersebut.
Namun, mantan Kapolres Metro Jakarta Pusat ini belum memberikan peran dari kedua tersangka yang disebut tokoh penting kelompok Khilafatul Muslimin itu.
"Intinya ini adalah dua tokoh penting di organisasi massa ini dan kita pemeriksaannya bersifat berkesinambungan nanti ada delik-delik baru nanti akan kita sampaikan saat rilis di Jakarta," jelasnya.
Dalam hal ini, pemimpin Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja ditangkap Polda Metro Jaya di wilayah Lampung, pada Selasa (7/6/2022) pagi.
Baca juga: Selain Khilafatul Muslimin, MUI Sebut Masih Ada Kelompok Khilafah yang Eksis di Indonesia
Ia ditangkap di Markas Besar Khilafatul Muslimin di Teluk Betung, Bandar Lampung oleh tim Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Abdul Qadir Baraja dikenakan Pasal 14 dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Lalu, Pasal 82 A jo Pasal 59 UU Nomor 16 tahun 2017 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat.