TRIBUNNEWS.COM - Berikut sejumlah fakta mengenai organisasi Khilafatul Muslimin yang ternyata memiliki sekolah yang terafiliasi dengan paham yang dianutnya.
Adapun, organisasi Khilafatul Muslimin sempat menggegerkan publik pada akhir Mei 2022 lalu karena melakukan konvoi di sejumlah daerah di Indonesia.
Aksi konvoi tersebut dilakukan dengan motor dan membawa poster bertuliskan 'Kebangkitan Khilafah' yang meresahkan masyarakat.
Buntut dari aksi tersebut, kepolisian langsung menangkap beberapa petinggi organisasi itu.
Setelahnya, fakta-fakta lain pun terungkap dalam investigasi seperti keberadaan sekolah hingga universitas yang ternyata terafiliasi dengan paham yang mereka anut.
Baca juga: Polda Metro Jaya Ungkap Khilafatul Muslimin Punya 25 Ponpes Berbasis Khilafah, Total 31 Sekolah
Baca juga: 1 Anggota Khilafatul Muslimin Ditangkap di Mojokerto, Dijuluki Menteri Pendidikan Doktrin Khilafah
Berikut fakta-fakta terkait sekolah Khilafatul Muslimin yang dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber:
Berjumlah 31 Sekolah di Indonesia
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengungkapkan, organisasi masyarakat Khilafatul Muslimin memiliki 31 sekolah yang terafiliasi dengan paham yang dianutnya.
Dari 31 sekolah, terbagi menjadi 25 pondok pesantren dan universitas yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Mereka memiliki 25 pondok pesantren, dan jika dihitung menurut unit jumlahnya ada 31, dan ini baru sementara (yang ditemukan)," jelas Hengki dalam konferensi pers yang dikutip dari Kompas TV, Kamis (16/6/2022).
Jumlah ini, sambung Hengki, diperkirakan masih terus akan bertambah seiring dengan penyelidikan lanjutan.
Pihak kepolisian akan terus-menerus mencari sekolah-sekolah yang terafiliasi dengan paham ini.
Baca juga: Selain Khilafatul Muslimin, MUI Sebut Masih Ada Kelompok Khilafah yang Eksis di Indonesia
Baca juga: Polisi akan Dalami Dugaan Penyebaran Paham Khilafah di 23 Kantor Khilafatul Muslimin di Indonesia
Tidak Ajarkan Tentang Pancasila dan UUD 1945
Hengki melanjutkan, hasil penyelidikan mengungkapkan semua lembaga pendidikannya tidak menganut sistem pendidikan nasional.
Tetapi, sekolah ini berbasis khilafah dan sama sekali tidak mengajarkan tentang Pancasila dan UUD 1945.
"Kami juga mengungkapkan terkait dengan sistem pendidikan nasional, mereka melanggar UU sistem pendidikan nasional dan UU pesantren."
"Mereka (diajarkan untuk) taat pada khalifah, tapi kepada pemerintah itu tidak wajib," kata Hengki.
Gratiskan Sekolah dari SD hingga SMA
Hengki menuturkan, organisasi tersebut memiliki sekolah gratis setara SD yang ditempuh selama 3 tahun, SMP 2 tahun, dan SMA 2 tahun.
Sementara, untuk perguruan tinggi, organisasi ini memiliki dua universitas yang letaknya di Bekasi dan di Nusa Tenggara Barat.
Pendidikan di universitas ini ditempuh selama dua tahun.
Kemudian, setelah siswa tersebut lulus, akan langsung mendapatkan gelar S.Kh.I atau Sarjana Kekhalifahan Islam.
Larang Hormati Bendera Merah Putih
Hengki mengatakan, organisasi itu juga melarang siswanya memberi hormat kepada bendera lain, selain bendera Khilafatul Muslimin.
Bahkan, lanjut Hengki, para siswanya diajarkan untuk tidak wajib tunduk kepada pemerintah RI.
"Tidak pernah ada bendera, tidak boleh menghormat ke bendera selain bendera Khilafatul Muslimin."
"Artinya, seperti kami sampaikan tadi, tidak wajib tunduk pada pemerintah," jelasnya.
Baca juga: 5 Tersangka Diduga Menyebarkan Paham Khilafah, Semuanya Tergabung di Organisasi Khilafatul Muslimin
Hengki menuturkan, para siswa di sekolah diperintah untuk tunduk dan taat hanya kepada khalifah, bukan pemerintah.
Selain itu, paham yang diajarkan mereka menyebut selain ajaran Khilafah adalah ajaran setan.
"Taat hanya kepada kholifah sedangkan kepada pemerintah itu tidak wajib."
"Kemudian juga diajarkan di sini bahwa sistem yang sudah final adalah khilafah. Diluar khilafah itu adalah thogut atau setan," ujar Hengki.
Untuk itu, dengan adanya temuan ini, masyarakat diimbau untuk tetap berhati-hati agar tidak terjerumus dalam paham terlarang tersebut.
Pasalnya, lanjut Hengki, Khilafatul Muslimin terbukti melakukan propaganda agar masyarakat mengikuti paham mereka.
(Tribunnews.com/Maliana/Galuh Widya Wardani)