News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Yogyakarta

KPK Telisik Pembahasan Internal Summarecon Agung untuk Ajukan Permohonan IMB ke Pemkot Yogyakarta

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti. KPK kini menyelisik pembahasan di internal PT Summarecon Agung Tbk untuk mengajukan permohonan IMB ke Pemerintah Kota Yogyakarta.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik pembahasan di internal PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) untuk mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) ke Pemerintah Kota Yogyakarta.

Hal itu didalami penyidik KPK saat memeriksa Bryan Tony, GM Perencanaan PT Summarecon; serta dua Perencana PT Summarecon, Raditya Satya Putra dan Anton Triatmojo, Kamis (23/6/2022).

"Ketiga saksi ini hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait pengetahuan saksi soal pembahasan internal di PT SA (Summarecon Agung) untuk pengajuan permohonan IMB ke Pemkot Yogyakarta," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (24/6/2022).

Tim penyidik turut menyelisik arahan eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti untuk dapat menerbitkan permohonan IMB yang diajukan Summarecon Agung.

Baca juga: KPK Tak Segan Jerat Summarecon Agung dalam Kasus Suap Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti

Hal itu didalami penyidik KPK kala memeriksa Danang Yulisaksono, Kepala Bidang Tata Ruang Kota Yogyakarta dan Aris Eko Nugroho, Kepala Paniradya Kaistimewan Kota Yogyakarta.

"Kedua saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya arahan dari tersangka HS (Haryadi Suyuti) untuk menerbitkan dokumen pendukung sehingga permohonan IMB apartemen yang diajukan PT SA dapat disetujui," kata Ali.

Kelima saksi tersebut diperiksa dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemkot Yogyakarta dengan tersangka Haryadi Suyuti dan kawan-kawan.

Adapun tim penyidik harusnya juga memeriksa Dwi Putranto Wahyuning, Manager Perizinan PT Summarecon. Namun, Dwi memilih mangkir.

"Tidak hadir dan tim penyidik melakukan penjadwalan ulang," kata Ali.

KPK sebelumnya tak segan menjerat PT Summarecon Agung Tbk dengan pidana korporasi.

KPK memastikan akan menguatkan bukti atas dugaan kesepakatan para direksi Summarecon Agung untuk pemberian suap terkait pemulusan penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton, Malioboro, Yogyakarta.

"Apakah kemudian ini (perintah atau arahan memberikan suap) ada kesepakatan sebuah BOD (Board of Directors atau direksi) atau sebuah perusahaan atau sebuah korporasi yang nanti akan kami cari ke sana pada saat (pemeriksaan) saksi-saksi, kalau kemungkinan ada ternyata ini (perintah atau arahan memberikan suap) adalah perbuatan korporasi ya (meminta pertanggungjawaban hukum), korporasi kan begitu," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/6/2022).

Baca juga: Kasus Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, KPK Buka Peluang Panggil Direksi Summarecon Agung

Penguatan bukti atas dugaan arahan atau perintah pemberian suap oleh jajaran direksi SMRA sejurus dengan proses penyidikan sejumlah pihak yang telah dijerat oleh KPK.

Termasuk tersangka Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk Oon Nusihono.

"KPK tidak berhenti dalam satu titik dalam proses penyidikan tetapi kita harus kembangkan informasi dan data keterangan saksi itu, kalau kemudian bukti permulaan itu cukup menetapkan orang ataupun bahkan korporasi itu tersangka pasti kami akan naikkan proses selanjutnya," kata Ali.

KPK berpatokan pada PERMA Nomor 13 TAHUN 2016 tentang tata cara penanganan perkara tindak pidana oleh korporasi.

Komisi antikorupsi juga sudah berpengalaman dalam menjerat dan mengusut tersangka korporasi atas dugaan pemberi suap.

"(Yurisprodensi korporasi sebagai penyuap) ada. Subjeknya saja yang berbeda, kalau kemudian korporasi itukan kalau kesepakatan dalam sebuah rapat direksi misalnya atau badan BOD-nya misalnya," tutur Ali.

Di antara unsur yang harus terpenuhi dalam pemidanaan korporasi yakni korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana perusahaan diuntungkan atau manerima manfaat atas perbuatan tindak pidana, termasuk pemberian hadiah atau janji.

Dalam mengusut dan menguatkan bukti atas dugaan tersebut, KPK memastikan tak akan gegabah.

"Ya pastinya tentunya, nah itu kan apakah kesepakatan atau individu atau seperti apa gitu ini lah yang akan terus didalami, sejauh ini belum bisa kami sampaikan keterlibatan dari pihak-pihak karena proses (penyidikan masih) berjalan," kata Ali.

KPK saat ini sedang mendalami aktivitas keuangan PT Summarecon Agung.

Sebagian hasil keuntungan PT Summarecon Agung diduga digunakan untuk menyuap mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

Dugaan itu didalami penyidik KPK saat memeriksa Direktur Utama PT Summarecon Agung Adrianto Pitojo Adhi pada Selasa (21/6/2022).

KPK telah menetapkan eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS); Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, Nurwidhihartana (NWH); dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono (TBY), sebagai tersangka penerima suap.

Sedangkan sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk, Oon Nusihono (ON).

Dalam konstruksi perkara disebutkan, diduga suap terkait pengurusan IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro, Yogyakarta.

Haryadi diduga menerima uang secara bertahap dengan nilai minimal sekira sejumlah Rp50 juta dari Oon dalam setiap pengurusan izin yang diajukan sejak 2019 tersebut.

Baca juga: Total Harta Kekayaan dan Utang Eks Wali Kota Yogya Haryadi Suyuti yang Ditangkap KPK

IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan akhirnya terbit dan pada Kamis, 2 Juni 2022.

Pada hari yang sama, Oon juga memberikan uang kepada Haryadi. Namun, KPK langsung menangkap mereka usai transaksi itu.

Saat Operasi Tangkap Tangan (OTT), uang yang ditemukan berjumlah 27.258 ribu dolar AS. Uang itu dikemas dalam goodie bag.

Sebagai pemberi, Oon dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara selaku penerima, Haryadi, Nurwidhihartana dan Triyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini