Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) memprediksi para oligarki juga akan menggunakan instrumen yang sama dalam memenangkan calon presiden dan wakil presiden (wapres) di tahun 2024.
Oleh karena itu, PB PMII menyerukan agar rakyat jangan memilih Capres dan Cawapres hasil desain oligarki pada Pemilihan Umum (Pemilu) di tahun 2024.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM, Hasnu berharap rakyat Indonesia cerdas dan tidak memilih presiden yang mempunyai kepentingan agar aturan berpihak kepada kepentingan bisnisnya saja.
"Rakyat Indonesia harap cerdas dalam memilih Capres dan Cawapres di Pilpres 2024. Jangan mendukung Capres-Cawapres hasil desain oligarki," jelas Hasnu, Wasekjen PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM kepada sejumlah media pada Jumat (24/6/2022).
Baca juga: Akun Sipol Sudah Aktif, PKS Siap Ikuti Proses Pendaftaran Peserta Pemilu 2024
Dijelaskannya, calon presiden dan calon wakil presiden yang muncul di Pilpres 2024 tidak akan bisa mewujudkan janji-janji politik selama oligarki yang mengusung.
Oleh karena itu, rakyat harusnya tidak heran bila janji-janji manis untuk mewujudkan keadilan sosial dan kemakmuran rakyat yang diucapkan Capres-Cawapres dalam kampanye politik tidak akan pernah terwujud.
"Sebab, yang membiayai proses munculnya pasangan calon adalah Oligarki," ujar Hasnu.
Hasnu melanjutkan, dalam praktiknya oligarki ini yang mengatur kebijakan dan kekuasaan agar berpihak kepada kepentingan bisnisnya.
Artinya, tidak akan mungkin seorang Capres-Cawapres menghentikan impor garam, impor gula, impor beras dan komoditas lainnya.
Sementara itu oligarki yang mendesain dan membiayai paslon tersebut adalah bagian dari penikmat uang rente dari keuntungan impor, bisnis tambang, dan energi kotor di Indonesia.
Menurut Hasnu, rakyat berhak menolak Capres-Cawapres oligarki.
Kemudian, rakyat berhak juga agar menentukan pilihannya guna mendukung Capres-Cawapres yang mempunyai integritas, kapabilitas, elektabilitas, dan spritualitas.
Baca juga: Pengamat Prediksi Politik Identitas dan Polarisasi Ekstrem di Pilpres 2024 Makin Tajam
"Rakyat jangan pernah terpengaruh dengan polesan sejumlah lembaga survei yang diduga hasil bayaran para oligarki untuk menaikkan popularitas tokoh tertentu. Maka dri itu, penting sekali agar publik mencaritahu terkait rekam jejaknya," ucap Hasnu.
Wasekjen PB PMII itu menegaskan, rakyat harus sadar bahwa Pemilu 2024 itu pesta rakyat, bukan pesta pora para oligarki dalam membajak hak publik, serta mengeruk sumber daya rakyat dan negara.
Oligarki itu, kata Hasnu, ancaman terbesar terhadap kelangsungan sistem demokrasi.
Dalam teorinya, oligarki itu segelintir orang yang bisa mengendalikan kekuasaan, bisa mengatur dan mengkondisikan situasi politik, seperti dalang yang mengatur wayang.
"Demokrasi yang mahal kerap memerlukan oligarki. Oligarki mempengaruhi aktor politik, partai politik, bahkan sistem politik. Modus operandi oligarki yaitu fasilitasi rekrutmen politik, fase koalisi politik, fase elektoral, pembentukan pemerintahan hingga pembuatan kebijakan," ungkap Hasnu.
Hasnu mengatakan, publik harus berkaca dari Pilpres 2019 kemarin, banyak oligark yang "bermain".
Alasannya sederhana, para oligark tersebut mempunyai kepentingan di sektor bisnis terutama tambang, energi kotor, dan impor di Indonesia.
Hasnu berpandangan, di tahun 2024 itu para oligarki juga akan menggunakan instrumen yang sama dalam memenengkan calon presisen dan wakil presiden demi mengamankan relasi bisnisnya.
Hasnu mengungkapkan, cara kerja oligarki lewat produk kebijakan itu seperti Omnibus Law Cipta Kerja 2020, di mana, mulai dari panja, satgas terhubungan dengan bisnis pertambangan dan energi kotor.
Kasus lain, ungkap Hasnu, skandal korupsi minyak goreng (CPO) di Kementerian Perdagangan yang sudah ditetapkannya beberapa tersangka oleh Kejaksaan Agung dan kasus tersebut sedang dikembangkan pasca pemeriksaan mantan Mendag M. Lutfi.
Hasnu mengatakan, baru-baru ini publik dikagetkan dengan skandal kasus GoTo yang disebut-sebut bahwa ada dugaan nepotisme dan konflik kepentingan dengan memanfaatkan kebijakan, agar Telkom sebagai anak perusahaan BUMN melakukan investasi di perusahaan GoTo senilai Rp 6,5 miliar.
"Melihat buruknya praktek oligarki melalui kebijakan dan memfasilitasi rekrutmen kandidat capres-cawapres maka rakyat berhak menolaknya. Pemilu 2024 adalah pemilu rakyat. Tolak Capres-Cawapres oligarki. Cara menumbangkan rezim oligarki di Pilpres 2024 yakni hanya persatuan rakyat," tegas Hasnu.