Sehingga warga masyarakat kelas menengah-bawah memiliki lokasi wisata alternatif yang terjangkau.
Menurutnya, dengan bergotong royong membangun setu seperti ini, maka semua warga bisa mendapatkan imbas ekonominya. Sebagai perbandingan, banyak setu yang dipakai menjadi lokasi keramba ikan. Namun ratusan keramba biasanya dipunyai 2-3 individu saja.
“Berbeda kalau dibangun jadi wahana wisata. Selain menyediakan tempat wisata murah bagi rakyat, bisa menggerakkan ekonomi karena rakyat bisa berjualan. Kalau wahana dan panggung di sini misalnya sudah selesai, mungkin desa bisa dapat 100 juta perbulan,” kata Adian.
Adian bercerita, secara perlahan Setu Lebak Wangi dibangun dan semakin banyak wisatawan datang, sejumlah bisnis langsung bermunculan. Awalnya adalah jaringan minimarket yang banyak tersebar di seluruh Indonesia (Alfamart,red) membuka gerai di dekat sana. Masyarakat desa ternyata kreatif. Begitu diberikan contoh dengan ide-ide membumi, semua bergerak dan lahirlah ekosistem usaha rakyat, sekaligus memperkuat Badan Usaha Milik Desa.
“Masyarakat kemudian bergerak melihat potensi lokasi ini. Semuanya diawali dengan desa mengembangkan potensi Setu Lebak Wangi ini,” imbuhnya.
Adian mengatakan bahwa di Kabupaten Bogor saja, ada 95 setu sejenis yang masih bisa dikembangkan. Hanya saja, pengembangannya kerap terbentur perizinan dari pemerintah, termasuk izin penggunaan sempadan sungai dan danau.
“Kami berharap pemerintah pusat, khususnya Kementerian PUPR memberi perhatian untuk mempermudah proses perizinan lewat keluarnya peraturan menteri. Sehingga sempadan boleh dikelola oleh BUMN Desa,” tegas Adian.