News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harun Masiku Buron KPK

Plt Jubir KPK: Ada 3 DPO tapi Kenapa ICW Hanya Fokus dengan Harun Masiku?

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri. Ia merasa bingung dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang hanya berfokus pada buronan Harun Masiku.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa bingung dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang hanya berfokus pada buronan Harun Masiku.

Padahal, menurut Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, ada tiga DPO (daftar pencarian orang)  atau buronan lainnya yang juga terus diburu yakni Surya Darmadi, Izil Azhar, dan Kirana Kotama.

"Kenapa ICW hanya fokus soal buronan Harun Masiku? Bagi kami semua perkara yang tersangkanya DPO saat ini sama pentingnya untuk dicari dan segera diselesaikan," ujar Ali dalam keterangannya, Rabu (29/6/2022).

Baca juga: 900 Hari KPK Tak Kunjung Tangkap Harun Masiku, ICW: Firli Bahuri Seharusnya Mundur

Ali memastikan pencarian para DPO menjadi kewajiban KPK untuk menemukannya dan membawanya sampai proses persidangan.

Ia turut mengajak masyarakat yang memiliki informasi ihwal para DPO untuk menyampaikan hal tersebut kepada KPK.

"Kami pastikan KPK tetap melakukan pencarian para DPO tersebut, baik yang ditetapkan sejak tahun 2017 maupun 2020," katanya.

Peringatan dari ICW

Sebelumnya, ICW memperingatkan KPK bahwasanya mereka belum berhasil menangkap Harun Masiku, eks calon anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang jadi buronan sejak 2020 silam.

ICW menilai itu merupakan buah kegagalan Firli Bahuri cs memimpin KPK.

"Bagaimana tidak, terhitung sejak ditetapkan sebagai tersangka, 900 hari pencarian telah berlalu tanpa menghasilkan temuan signifikan," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (28/6/2022).

Kurnia mengatakan perkara suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyeret Harun ini menarik untuk diselisik lebih lanjut.

Sebab, katanya, dalam sejumlah pemberitaan, kelindan aktor yang terlibat diduga keras menyasar pejabat teras di dalam partai politik besar.

"Melihat fenomena merunduknya KPK saat berhadapan dengan politisi, bukan tidak mungkin hal tersebut membentuk teori kausalitas, yakni, jika suatu perkara melibatkan elite partai politik, maka penindakan lembaga antirasuah itu akan mengendur," kata Kurnia.

Menurut Kurnia, keganjilan KPK dalam menangani perkara Harun sebenarnya sudah tampak jelas dan terang benderang, bahkan sejak proses penyelidikan.

Mulai dari pimpinan KPK bergeming tatkala pegawainya diduga disekap di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), ketidakjelasan tindakan penggeledahan di kantor PDIP, pemulangan paksa penyidik Rossa Purbo Bekti, hingga penyingkiran tim pencari Masiku melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Akibatnya, masyarakat berasumsi bahwa sejak awal pimpinan KPK memang tidak memiliki niat untuk menuntaskan penanganan perkara ini dan membiarkan Masiku serta pejabat teras partai politik tak tersentuh hukum," ujar Kurnia.

Alih-alih menjalankan tugas pengawasan yang tegas, Kurnia menilai Dewan Pengawas pun turut mendiamkan kejanggalan KPK.

Padahal, dijelaskannya, Pasal 37B ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 telah memberikan ruang bagi Dewas untuk terlibat aktif mengawasi seluk beluk pekerjaan KPK, termasuk dalam ranah penindakan.

Sehingga menurut Kurnia, dengan pasifnya Dewas, dapat dikatakan lembaga baru KPK itu turut menjadi bagian yang melemahkan komisi antikorupsi.

"Untuk itu, atas segala problematika pencarian Masiku maka selayaknya pimpinan KPK, terutama Firli segera berhenti dengan cara mengundurkan diri. Terlebih, selama ini citra KPK juga terus menerus merosot di mata masyarakat pada masa kepemimpinannya," katanya.

Harun Masiku dijadikan tersangka oleh KPK karena diduga menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, supaya bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR, tetapi meninggal dunia.

Harun diduga menyiapkan uang sekira Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.

Harun sudah menghilang sejak operasi tangkap tangan (OTT) kasus ini berlangsung pada Januari 2020. 

Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi keberadaan Harun di sekitar PTIK. 

KPK lantas memasukkan Harun Masiku sebagai daftar buronan pada 29 Januari 2020.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini