TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggandeng 200 unsur masyarakat dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, mahasiswa, dan pecalang dalam meningkatkan kesiapsiagaan nasional untuk mencegah aksi teror menjelang KTT G20 di Bali.
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan masyarakat lintas agama dan budaya harus bersatu membangun kesiapsiagaan dalam menghadapi intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Menurutnya, masyarakat adalah aktor non negara yang menjadi kekuatan utama untuk mengamankan dan memajukan bangsa.
"Kolaborasi unsur masyarakat, pemerintah dan tokoh yang ada perlu kita bangun sehingga Indonesia jadi negeri yang damai, kita membangun kewaspadaan bersama tidak hanya unsur aparatur negara saja tapi kewaspadaan punya semua masyarakat," kata Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar dalam dialog kebangsaan dan deklarasi kesiapsiagaan nasional yang diselenggarakan Deputi Bidang Penindakan dan Kemampuan BNPT di Bali pada hari Rabu (29/6/2022).
Baca juga: BNPT dan Al Azhar Kairo Kerja Sama Perkuatan Narasi Islam Moderat di Indonesia
Dia menambahkan ancaman radikalisme terorisme tidak boleh diremehkan, terlebih saat menjelang KTT G20.
BNPT pun telah melakukan koordinasi dengan aparat keamanan dalam melakukan mapping terhadap pergerakan kelompok teror.
Mengingat Bali menjadi salah satu destinasi terkenal, dia berharap tidak ada lagi aksi teror seperti yang pernah terjadi di tahun 2002 dan 2005.
"Kita tidak boleh underestimate dalam bidang terorisme, BNPT melakukan pencermatan, mapping pergerakan terorisme yang ada karena kita tidak ingin peristiwa memilukan terjadi lagi," lanjutnya.
Dialog Kebangsaan Sebagai Media Membangun Rasa Persatuan Masyarakat
Pembangunan kesadaran masyarakat dalam rangka meningkatkan kewaspadaan nasional terus dilakukan BNPT, salah satunya melalui kegiatan-kegiatan interaktif semacam dialog kebangsaan.
Dialog kebangsaan yang digelar merupakan bagian dari komunikasi multi arah yang diharapkan akan menyatukan sejumlah sudut pandang dan pemahaman terkait pentingnya nilai-nilai kebangsaan dalam membangun kewaspadaan kolektif masyarakat untuk mencegah dan memitigasi bentuk bentuk ancaman terorisme di wilayahnya masing-masing terutama bagi masyarakat Bali sendiri.
Wakil Gubernur Bali Oka Artha Ardhana Sukawati menjelaskan peran serta masyarakat Bali dalam menjaga keamanan Bali sebenarnya telah berjalan dengan baik.
Menurutnya, masyarakat Bali memiliki kesadaran untuk berperan aktif dan langsung menjaga keamanan dan perdamaian di Bali.
"Kegiatan yang dilakukan BNPT ini selaras dengan visi Provinsi Bali yaitu menjaga keseimbangan alam Bali beserta isinya secara damai lestari. Terutama faktor keamanan. Sikap masyarakat Bali terkait masalah terorisme yang pernah terjadi sebelumnya, mereka memiliki kesadaran dan rasa tanggungjawab untuk terus menjaga keamanan dan perdamaian di Bali," katanya.
Persatuan masyarakat dalam membangun persaudaraan sebagai modal pembangunan Indonesia ke arah cita-cita Indonesia yang maju di tahun 2045 sebagaimana dikatakan Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid.
"2045 Indonesia menjadi ekonomi terbesar no 4 di Dunia. Proyeksinya seperti itu luar biasa. Untuk mencapai cita cita itu ada banyak syaratnya salah satunya masyarakat Indonesia harus bersatu. Tanpa persatuan tidak mungkin kita bisa membangun," ujarnya.
Direktur Analisis dan Penyelarasan BPIP, Agus Moh. Najib juga melihat aspek persatuan dan persaudaraan merupakan modal penting agar tindakan radikalisme tidak muncul.
Senada dengan Direktur BPIP, Ketua FKUB Indonesia Ida Pangelingsir Agung Putra Sukhet menjelaskan seluruh masyarakat Indonesia untuk selalu menjiwai nilai-nilai empat konsesus kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
"Akar permasalahan radikalisme adalah tidak adanya nilai persaudaraan sebangsa dan setanah air. Hal ini yang menyebabkan adanya anak bangsa yang menyakiti bahkan membunuh sesama anak bangsa," jelasnya.