Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan dua terpidana korupsi proyek peningkatan Jalan Lingkar Bukit Batu Siak kecil, Bengkalis, Riau, tahun anggaran 2013-2015 ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tangerang.
Dua koruptor itu ialah Direktur PT Arta Niaga Nusantara (ANN) Melia Boentaran dan Komisaris PT ANN Handoko Setiono.
"Jaksa Eksekutor KPK (29/6) telah selesai melaksanakan putusan Mahkamah Agung RI dengan terpidana Melia Boentaran dan Handoko Setiono yang berkekuatan hukum tetap," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (30/6/2022).
Ali mengatakan Melia akan menjalani masa pidana penjara selama 4 tahun dikurangi masa penahanan di Lapas Klas IIA Tangerang.
Sementara, Handoko Setiono juga akan menjalani masa pidana penjara selama 4 tahun dikurangi masa penahanan di Lapas Klas IA Tangerang.
Baca juga: KPK Lelang Rumah Koruptor Ahmad Fathanah di Depok, Ini Penampakannya
Baik Melia maupun Handoko turut dibebani membayar pidana denda sebesar Rp 200 juta.
"Khusus untuk terpidana Melia Boentaran dibebankan adanya pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp114, 5 miliar," kata Ali.
Terkait perkara itu, KPK sebelumnya telah menerima pemberitahuan adanya putusan kasasi yang diajukan tim jaksa KPK untuk terdakwa Melia Boentaran dan Handoko Setiono.
Baca juga: KPK Periksa Eks Marketing Manager Antam Terkait Kasus Korupsi Pengolahan Anoda Logam
Mahkamah Agung (MA) telah memutus dan menjatuhkan pidana pada kedua terdakwa masing-masing pidana badan 4 tahun penjara dan denda masing-masing Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Di samping itu, MA juga telah memutuskan terdakwa Melia Boentaran untuk membayar uang pengganti sebesar Rp114,5 miliar.
Baca juga: KPK Dalami Penggunaan Tanah Warga untuk Pengajuan IMB Apartemen oleh Summarecon Agung
KPK menyebut putusan MA tersebut telah mengambil alih sepenuhnya fakta-fakta hukum sebagaimana tuntutan tim jaksa, termasuk jumlah kerugian keuangan negara dan uang penggantinya.
KPK pun mengapresiasi majelis hakim karena upaya perampasan harta kekayaan para pelaku korupsi dalam rangka pemulihan kerugian keuangan negara perlu diterapkan sebagai upaya shock therapy, utamanya kepada para rekanan dan penyelenggara negara agar tidak melakukan tindakan koruptif.