Ibnu kembali mengatakan dana operasional itu sempat ingin digunakan untuk menunjang kegiatan di 2021. Namun hanya berjalan sebulan, akhirnya upaya tersebut tidak berjalan.
Ia beralasan hal itu karena pandemi Covid-19 yang menerpa seluruh penjuru dunia, sehingga menyebabkan lembaga tersebut melakukan perubahan struktur gaji sebanyak 4 hingga 5 kali yang disesuaikan dengan dana filantropi.
Sehingga patokannya bukan fasilitas apa atau gaji apa apabila sejak Januari ada pemotongan signifikan.
Diberitakan sebelumnya, dari kabar yang beredar dana kemanusian yang dihimpun ACT digunakan untuk memfasilitasi kehidupan mewah para petinggi lembaga filantropi tersebut.
Berdasarkan laporan majalah Tempo, diduga saat Ahyudin menjadi petinggi ACT dia mendapatkan gaji sebesar Rp250 juta per bulan.
Kemudian posisi di bawahnya seperti senior vice president menerima gaji Rp 200 juta per bulan, vice president Rp 80 juta per bulan, dan direktur eksekutif Rp 50 juta per bulan.
Masih menurut laporan majalah Tempo, Ahyudin saat menjabat sebagai petinggi difasilitasi tiga kendaraan mewah, seperti Toyota Alphard, Misubishi Pajero Sport, dan Honda CVR.
Majalah Tempo juga menemukan dugaan dana ACT yang digunakan untuk kepentingan pribadi Ahyudin untuk keperluan rumah.
Seperti diketahui, Lembaga ACT jadi bulan-bulanan diterpa isu miring terkait penyelewengan dana umat yang dilakukan oleh para petinggi ACT dengan menerima gaji yang jumlahnya sangat fantastis.
Belakangan, Bareskrim Polri dikabarkan mulai bergerak menangani kasus ACT ini.
Namun, bagaimana awalnya polemik ACT ini membuncah ke permukaan dan jadi perbincangan publik?
Berikut Tribunnews mencoba merangkum sejumlah poin-poin terkait awal muasal kontroversi ACT.
1. Awal Mula
Kronologi viralnya kasus ACT ini bermula sebuah sampul Tempo yang bertuliskan "Kantong Bocor Dana Umat."