Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) pernah dilaporkan dalam dugaan kasus penggelapan pada 2021 lalu.
Kasus tersebut pun ditangani Bareskrim Polri.
Hal itu dibenarkan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi.
Adapun kasus itu dilaporkan dengan nomor LP/B/0373/VI/2021/Bareskrim tertanggal 16 Juni 2021.
"Iya, sedang dalam penyelidikan untuk memfaktakan unsur pidana," kata Andi kepada wartawan, Selasa (5/7/2022).
Andi menyampaikan bahwa kasus yang tengah dilaporkan adalah dugaan kasus penipuan dan keterangan palsu yang dilakukan ACT.
"Dugaan penipuan atau keterangan palsu dalam akta otentik pasal 378 atau 266 KUHP," jelas Andi.
Baca juga: Pakar Hukum Sebut ACT Bisa Digugat Secara Perdata dan Pidana Terkait Dugaan Penyelewengan Donasi
Lebih lanjut, Andi menambahkan bahwa pihaknya kini juga telah meminta klarifikasi kepada sejumlah pihak untuk mendalami laporan tersebut.
"Sudah ada beberapa pihak yang sudah diklarifikasi," katanya.
Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan penyelewengan dana yang dilakukan lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi sorotan.
Polri pun turun tangan mendalami kasus tersebut.
Diketahui, lembaga amal ACT menjadi pembicaraan seusai tagar Jangan Percaya ACT trending sosial media Twitter pada Minggu (3/7/2022) lalu.
Baca juga: ACT Pakai Rp 71 Miliar dari Dana Sumbangan Tahun 2020 untuk Operasional, Termasuk Gaji Petingginya
Banyak warganet yang mencurigai penyelewengan amal di lembaga ACT.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan.
Kasus ini ditangani Bareskrim Polri.
"Info dari Bareskrim masih proses penyelidikan dulu," kata Dedi kepada wartawan, Senin (4/7/2022).
Terindikasi Dana Dipakai Kepentingan Pribadi Hingga Aktivitas Terlarang
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus adanya dugaan riwayat transaksi yang mengarah ke tindak pidana terorisme di lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa pihaknya telah mencurigai adanya transaksi mencurigakan di lembaga amal ACT.
Tak hanya dipakai kepentingan pribadi, akan tetapi adanya indikasi penyaluran kegiatan terorisme.
"Transaksi yang kami proses mengindikasikan demikian. Indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).
Ivan menuturkan bahwa laporan hasil analisis juga telah dikeluarkan PPATK sejak lama.
Adapun laporan itu juga telah diteruskan kepada penegak hukum yaitu Densus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Baca juga: Anggota DPR Desak ACT Transparansi Dana Sumbangan ke Publik: Harus Berani Buka Diri
"Sudah kami serahkan hasil analisisnya kepada aparat penegak hukum sejak lama. Ya, Densus dan BNPT," jelas Ivan.
Ivan menambahkan bahwa laporan hasil analisis itu harus dilakukan proses pendalaman terlebih dahulu.
Karena itu, aparat penegak hukum diminta segera melakukan pengusutan.
"Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," ujarnya.
Bisa digugat secara pidana dan perdata
Menangapi hal tersebut, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan ACT bisa digugat secara perdata maupun pidana.
Fickar menuturkan, jika ada personil atau oknum ACT yang menggelapkan uang, maka yang bisa menuntut adalah masyarakat.
Pasalnya, kasus tersebut bukanlah delik aduan.
"Yang bisa melaporkan juga masyarakat umum baik penyumbang maupun bukan. Karena tindak pidana penggelapan adalah bukan delik aduan, maka setiap orang yang mengetahui ada penggelapan uang mempunyai hak untuk melaporkan secara pidana atas penggelapan itu," kata Fickar saat dikonfirmasi, Selasa (5/7/2022).
Selain pidana, kata Fickar, masyarakat juga bisa melaporkan ACT secara perdata untuk mengugat ganti rugi.
Baca juga: BNPT dan PPATK Perlu Telusuri Dugaan Dana Kemanusiaan ACT untuk Kegiatan Terorisme
Khususnya bagi masyarakat yang merasa dirugikan dengan penyelewengan donasi tersebut.
"Pola relasi antara masyarakat dengan ACT meskipun tidak diikat perjanjian, tetapi karena dijanjikan dengan kegiatan kegiatan membantu masyarakat, maka masyarakat terutama yang bisa membuktikan sebagai penyumbang mempunyai hak untuk menggugat perbuatan melawan hukum secara perdata," ungkap dia.
Fickar menuturkan gugatan perdata ini yang jika nantinya dimenangkan pihak penggugat, maka hasilnya harus disalurkan pada yayasan atau lembaga yang mengurusi fakir miskin.
"Jadi tidak boleh diambil oleh masyarakat sendiri. Demikian juga masyarakat miskin harus dibuktikan kemiskinannya bisa menggugat. ACT atas tidak disalurkannya hak mereka atas sumbangan yang diterima ACT. Terutama sumbangan untuk proyek kemiskinan, maka masyarakat yang bersangkutan punya legal standing untuk menggugat," katanya.