Tapi, tunjangan operasional hanya bisa dipergunakan membiayai kegiatan menteri dan bukan kepentingan pribadi.
Dengan kata lain, tunjangan operasional bukan bagian dari komponen take home pay. Besaran tunjangan operasional bahkan jauh melebihi gaji dan tunjangan menteri.
Penjelasan gaji petinggi ACT tinggi
Presiden ACT Ibnu Khajar mengakui adanya pemotongan 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh setiap tahunnya.
Pemotongan dana tersebut diklaim untuk kebutuhan opersional termasuk membayar gaji karyawan dan para petinggi ACT.
Ibnu juga membenarkan bahwa gaji petinggi ACT khususnya presiden mencapai Rp 250 juta per bulan.
Gaji tersebut diterapkan pada awal tahun 2021 namun tidak diberlakukan permanen.
"Jadi kalau pertanyaan apa sempat berlaku (gaji Rp 250 juta), kami sempat memberlakukan di Januari 2021 tapi tidak berlaku permanen," katanya.
Penetapan gaji senilai Rp 250 juta itu tidak berlangsung lama lantaran donasi yang masuk ke lembaga ACT mengalami penurunan.
Baca juga: ACT Diduga Lakukan Penyelewengan, Kemenag Minta Pengelola Lembaga Zakat Hindari Perilaku Hedonisme
Gaji pimpinan dan karyawan akhirnya diturunkan.
"September 2021 soal kondisi filantropi menurun secara signifikan sehingga kami meminta seluruh karyawan untuk berlapang dada mengurangi gaji karyawan," katanya.
Sebagai pengganti presiden ACT sebelumnya, Ibnu mengaku kini gaji yang diterimanya tidak lebih dari Rp 100 juta.
Soal pemotongan dana donasi yang cukup tinggi jika melihat regulasi yang ada, Ibnu menyebut bahwa lembaganya merupakan lembaga kemanusiaan swadaya masyarakat.
ACT bukan lembaga akat infak dan sedekah yang memiliki aturan pemotongan 12,5 persen.