TRIBUNNEWS.COM - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memulai penerapan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada Selasa (19/7/2022).
Pada tahap awal ini, sebanyak 19 juta wajib pajak sudah bisa memakai KTP sebagai NPWP untuk bertransaksi.
Hal tersebut, disampaikan Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo dalam dalam acara "Puncak Perayaan Hari Pajak Tahun 2022" di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
"Jadi, paling tidak nanti minimal untuk 19 juta wajib pajak dapat melakukan transaksi dengan menggunakan NIK sebagai basis transaksinya. Ke depan, akan terus kami lakukan penambahan secara bertahap," katanya.
Suryo mengatakan, penggunaan NIK sebagai NPWP ini merupakan langkah awal untuk mensinergikan data dan informasi.
"Untuk sinergi data yang terkumpul di beberapa kementerian dan lembaga serta pihak-pihak lain, yang memiliki sistem administrasi serupa," ucap Suryo, dilansir Tribunnews.com.
Baca juga: Hari Ini Nomor KTP Resmi Diluncurkan Sebagai NPWP
Meski demikian, saat ini DJP masih memberikan kesempatan bagi wajib pajak menggunakan NPWP yang lama untuk melakukan transaksi.
Suryo mengatakan, proses transformasi sistem informasi data ke dalam sistem cortex masih terus berlangsung.
"Kami laporkan, pembangunan cortex sedang dalam perjalanan dan mudah-mudahan dapat terselesaikan di tahun 2023," ucap Suryo.
Suryo menambahkan, instalasi nasional akan segera DJP lakukan di Oktober 2022.
"Ini menjadi salah satu yang merupakan prasyarat untuk dapat berjalannya sistem administrasi dengan baik. Interoperabilitas atau keterhubungan antar sistem ini menjadi salah satu titik kunci pada waktu semua sistem bisa berkomunikasi satu dengan yang lain," tutur Suryo.
Lebih rinci, lanjut Suryo, parameter yang sudah digunakan, yakni NIK sebagai basis dari sistem itu sendiri, sama halnya di kementerian dan lembaga lain.
"Saya yakin di kementerian dan lembaga lain di sekeliling kami juga menggunakan parameter yang sama. Karena itu pada kesempatan hari ini, kami juga mohon kesediaan dan komitmen Bapak dan Ibu sekalian yang memang memiliki kewajiban untuk terhubung dengan sistem administrasi perpajakan, bersama-sama kita jalankan, interoperability kan," imbuhnya.
Sementara itu, menurut Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa, Wira Sakti, penyatuan data NIK dengan NPWP bertujuan menciptakan integrasi satu data nasional.
"Tujuan yang diharapkan adalah terbentuknya data identitas tunggal secara nasional yang dapat mempermudah dan mempercepat layanan publik kepada masyarakat," kata Nufransa beberapa waktu lalu, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Baca juga: 4 Perbedaan e-KTP WNI dan WNA, Ini Rinciannya
Nomor KTP jadi NPWP Bukan Berarti Setiap Orang Wajib Bayar Pajak
Meski nomor KTP dijadikan sebagai NPWP, bukan berarti setiap orang pribadi wajib membayar pajak.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan, kewajiban untuk membayar pajak muncul apabila penghasilan setahun di atas batasan penghasilan tidak kena pajak atau peredaran bruto di atas Rp500 juta/tahun bagi pengusaha yang membayar PPh Final 0.5 persen.
“Kalau Anda nggak punya pendapatan, Anda nggak bayar pajak. Kalau Anda tidak punya kemampuan, Anda dibantu negara,” kata Menkeu.
Menkeu memberikan contoh, adanya bantuan pemerintah kepada 10 juta keluarga miskin di Indonesia yang justru menerima program keluarga harapan, santunan beasiswa, bantuan bagi ibu hamil dan lansia, serta sembako.
Mereka dapat dipastikan tidak membayar pajak, karena mereka merupakan keluarga tidak mampu, meski memiliki NIK.
“Jadi NIK menjadi NPWP tidak serta merta menyebabkan yang punya NIK harus WP. Mereka harus memiliki kemampuan ekonomi untuk bisa membayar pajak,” tegasnya.
Sri Mulyani pun menjelaskan, NIK menggantikan NPWP adalah untuk penyederhanaan dan konsistensi.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS/Yanuar R Yovanda, Kompas.com/Diva Lufiana Putri)