TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri segera melakukan ekshumasi alias autopsi ulang jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sesuai permintaan dari pihak keluarga.
Autopsi ulang secepatnya dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya proses pembusukan terhadap jenazah Brigadir J.
"Akan kita update kembali untuk jadwalnya. Tetapi secepat mungkin, karena kita juga mengantisipasi terjadi proses pembusukan terhadap mayat," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (20/7/2022) malam.
Nantinya, pelaksanaan autopsi ulang itu akan dilakukan dengan melibatkan pihak eksternal seperti Komnas HAM, Kompolnas hingga Persatuan Kedokteran Forensik Indonesia.
"Kompolnas atau Komnas HAM akan saya komunikasikan untuk menjamin bahwa proses ekshumasi nanti tentunya bisa berjalan lancar dan juga hasilnya valid," kata Andi Rian Djajadi.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J mengajukan ekshumasi terkait autopsi ulang kliennya.
Permohonan ekshumasi itu diajukan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Selain Sigit, surat permohonan ekshumasi itu juga ditembuskan kepada Wakapolri Komjen Gatot Eddy, Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto hingga Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi.
Kuasa Hukum Brigadir J, KamarudDin Simanjuntak meminta Kapolri juga turut membentuk tim khusus untuk membongkar kuburan terhadap Brigadir J.
Nantinya, tim itu juga bakal mengawal autopsi ulang Brigadir J.
"Supaya yang terhormat bapak Kapolri menyetujui atau memerintahkan penyidik untuk membentuk tim untuk menggali atau membongkar kuburan atau membentuk tim untuk melakukan uji forensik berupa visum et repertum dan autopsi ulang. Jadi divisum lagi sama diautopsi lagi," kata Kuasa Hukum Brigadir J, Kamarudin Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Baca juga: Komnas HAM Temukan Rentetan Kronologi Sangat Penting Dalam Kasus Tewasnya Brigadir J
Ia menuturkan bahwa pembentukan tim tersebut menjadi penting lantaran pihak keluarga menilai tewasnya Brigadir J bukan karena tembak menembak.
Sebaliknya, diduga ada penganiayaan yang dialami kliennya.
"Temuan fakta kami bukan tembak menembak seperti tadi ada jerat tali di leher atau jerat kawat, tangannya udah hancur dipatah-patahin, tinggal kulit-kulitnya, ada luka gores disini, ada luka robek di kepala, ada luka robek di bibir ada luka robek sampai dijahit di hidung ada luka robek di bawah mata, ada luka robek di perut memar memar sampai di kaki dan di jari-jari. Jadi itu bukan akibat peluru," ungkapnya.
Baca juga: Komnas Perempuan Sebut Spekulasi soal Kasus Brigadir J Perlambat Pemulihan Istri Irjen Ferdy Sambo
Karena itu, kata dia, pihaknya meminta Kapolri juga memerintahkan iauaranya untuk membentuk tim independen tersebut.
Adapun tim tersebut berisikan dari berbagai pihak terkait.
"Penyidik dalam memerintahkan jajarannya khususnya penyidik dalam mengusut kasus ini membentuk tim independen yaitu melibatkan dokter dokter bukan lagi yang dulu yaitu dari RSPAD, RSAL, RSAU, RSCM, RS swasta, mereka bersama sama bukan sendiri mereka tim agar transparan dan autentik," jelasnya.