Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Java Orient Property (JOP) Dandan Jaya Kartika (DJK) sebagai tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta.
PT Java Orient Property diketahui merupakan anak usaha dari PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).
Dalam kasus ini, sebelumnya KPK telah menetapkan eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti; Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, Nurwidhihartana; sekretaris pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono; dan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung, Oon Nusihono.
"Pada proses penyidikan perkara tersebut, kami juga telah menetapkan dan hari ini mengumumkan tersangka DJK," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (22/7/2022).
Baca juga: KPK Sikapi Langkah Dirut Anak Usaha Summarecon Agung Ajukan Praperadilan: Tak Mungkin Kalau Saksi
Karyoto mengatakan tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada Dandan selama 20 hari pertama, dimulai 22 Juli 2022 sampai dengan 10 Agustus 2022, di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Dalam konstruksi perkara, dijelaskan bahwa sekitar tahun 2019, Dandan bersama-sama dengan Oon mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang lokasinya berada di Malioboro dan masuk kategori wilayah cagar budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.
"Karena sempat terkendala adanya beberapa dokumen yang belum lengkap, pengajuan permohonan izin dilanjutkan kembali di tahun 2021 dan agar proses pengajuan permohonan tersebut lancar, ON (Oon Nusihono) dan DJK diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan HS (Haryadi Suyuti) yang saat itu menjabat Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022," kata Karyoto.
Baca juga: KPK Temukan Banyak Dokumen IMB yang Dimanipulasi Summarecon Agung
Sebagai tanda jadi adanya komitmen Haryadi untuk 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud, KPK menduga Oon dan Dandan kemudian memberikan beberapa barang mewah, di antaranya 1 unit sepeda bernilai puluhan juta rupiah dan uang tunai minimal Rp 50 juta.
Haryadi kemudian memerintahkan Kadis PUPR untuk segera memproses dan menerbitkan izin IMB tersebut walaupun dari hasil kajian dan penelitian oleh Dinas PUPR, banyak ditemukan kelengkapan persyaratan yang tidak sesuai.
Di antaranya adanya ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.
Saat proses pengurusan izin berlangsung, KPK mensinyalir Oon dan Dandan selalu memberikan sejumlah uang untuk Haryadi baik secara langsung maupun melalui perantaraan Triyanto dan Nurwidhihartana.
"Adapun pada saat dilakukan tangkap tangan untuk HS dkk, ON dan DJK diduga memberi uang dalam bentuk mata uang asing sejumlah sekitar USD27.258 yang dikemas dalam tas goodie bag," ungkap Karyoto.
Atas perbuatannya, Dandan disangkakan sebagai pihak Pemberi dan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.