Ia menambahkan, KUHP adalah politik hukum penting, pemerintah berharap secepatnya berlaku saat peringatan kemerdekaan nanti karena KUHP yang berlaku saat ini merupakan produk kolonial.
Namun, Dewan Pers Bersama masyarakat sipil lainnya melihat ada 14 pasal dan 9 klaster yang potensial melemahkan kebebasan pers. Maka perlu dihapus atau direformulasi.
Menurut Mahfud yang didampingi Deputi Hukum dan HAM Sugeng Purnomo, ada sekitar 700-an pasal dalam RKUHP.
"Jika ada usulan 14 pasal, maka jumlah itu tidaklah banyak," kata Mahfud.
Pihaknya tidak mau menjamin penundaan berlakunya KUHP tersebut.
Ia hanya menegaskan, sebelum RKUHP maju ke persidangan harus dibahas secara jelas.
Menko Polhukam berjanji akan memanggil Kemenkumham untuk membicarakannya dan akan melibatkan Dewan Pers.
Sementara itu Prof Azra melaporkan, pada 2018, Dewan Pers sudah mengajukan usulan delapan klaster pasal yang dinilai bermasalah.
Namun, masukan dari Dewan Pers dan konstituen tidak dimasukkan sama sekali.
Baca juga: Guru Besar Hukum Tata Negara Unpad: RKUHP Tak Boleh Lepas dari Prinsip Demokrasi
Dalam draf sekarang ini, malah ada sembilan klaster dari 22 pasal umum yang mengganggu hak berekspresi, 14 di antaranya berkaiatan dengan kemerdekaan pers.
Dewan Pers juga sudah bertemu dengan konstituen Dewan Pers dan para pemangku kepentingan.
Pertemuan dengan Kemkumham yang dipimpin Wamenkumham Prof Edward (Edi) Omar Sharif Hiariej dan tim perumus sudah dilakukan Dewan Pers pekan lalu.
Rumusan reformulasi RKUHP diminta segera oleh Mahfud MD.
Dewan Pers bekerja cepat, hari Kamis ini juga melakukan penyusunan reformulasi dengan melibatkan Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, ahli hukum Bivitri Susanti, mantan Ketua YLBHI Asfinawati, Tim LBH Pers dipimpin Ade Wahyudin, dan lain-lain.