Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum usai persoalan pandemi covid-19, awal tahun 2022 kita dihadapkan pada perang di Ukraina antara Rusia dan Ukraina. Sontak saja, perang tersebut menyebabkan supply shock bahan pangan dan energi.
Dampaknya, inflasi mebumbung tinggi yang menjalar di banyak kawasan.
Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah mengatakan situasi ini tentu ada untung ruginya buat ekonomi Indonesia.
"Efek kenaikan harga komoditas global di Kuartal IV tahun 2021 berdampak penerimaan perpajakan kita melampaui target, setelah dua belas tahun berturut turut kita mengalami short fall pajak," ujar Said Abdullah di Jakarta, Selasa (2/8/2022).
Naiknya harga komoditas juga menjaga surplus perdagangan sejak Mei 2020.
Baca juga: Said Abdullah Sampaikan 6 Poin Penting Sikapi Kasus Kematian Brigadir J dan Penonaktifan Ferdy Sambo
Namun di lain hal, menurut Said, kita harus memperbesar alokasi belanja subsidi dan kompensasi energi yakni BBM, LPG dan listrik.
"Membengkaknya alokasi subsidi dan kompensasi energi ini dikarenakan kita telah lama menjadi importir minyak bumi," katanya.
Menurut dia, biaya tambahan juga kita butuhkan untuk menjaga daya beli, khususnya rumah tangga miskin terhadap kenaikan inflasi yang mulai kita rasakan disejumlah bahan pangan impor.
Dia mengatakan bila pada sejumlah serial meeting tingkat Menteri G20 dan puncaknya pada KTT G20 pada November 2022 nanti tidak membuahkan hasil nyata untuk mengatasi supply shock pangan dan energi dunia, maka pada tahun depan kita masih akan menghadapi situasi ekonomi yang kurang lebih sama seperti tahun ini.
"Bila KTT G20 bisa menganulir berbagai pelarangan produk pangan dan energi Rusia ke pasar global, langkah itu akan membuka pasokan logistik global pulih secara perlahan," ujarnya.
Pada tahun 2023, Indonesia perlu mewaspadai kesiapan fiskal mengingat tahun depan harus kembali pada defisit pembiayaan APBN dibawah 3 persen PDB.
"Kita tidak bisa lagi membuka pembiayaan utang seperti tiga tahun terakhir untuk melebarkan ruang fiskal," ujarnya.
Oleh sebab itu, menurut Said, senjata utama pemerintah agar memiliki dompet lebih tebal yakni dengan menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi, menjaga surplus perdagangan yang di topang dari ekspor baru dan manufaktur, penerimaan perpajakan yang baik, dan inflasi yang terkendali, serta meningkatkan investasi, khususnya pada sektor primer.