TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah polisi dari Divisi Propam Polri mendatangi kediaman pribadi Irjen Ferdy Sambo di Jalan Saguling, Duren Tiga Barat, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (9/8/2022) sekitar pukul 15.20 WIB.
Selain itu, terlihat sejumlah Brimob bersenjata lengkap juga tiba di lokasi dengan mengendarai kendaraan rantis.
Dari tayangan Kompas.TV, tampak anggota Propam Polri menunggu di depan rumah Ferdy Sambo.
Polisi juga telah memasang garis polisi di tempat itu.
Untuk diketahui, Ferdy Sambo saat ini ditempatkan di tempat khusus seorang diri di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Di dalam rumah itu diduga berada Putri Chandrawati, istri Ferdy Sambo.
Belum ada penjelasan resmi dari polisi soal kedatangan anggota Propam dan Brimob itu.
Untuk diketahui, rumah pribadi Ferdy Sambo ini letaknya sekitar 500 meter dari rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, yang selama ini disebut-sebut lokasi tewasnya Brigadir J.
Baca juga: Kenapa DPR Diam? Tak Ada Lagi Fahri Hamzah dan Fadli Zon yang Biasa Kritisi Kasus Seperti Brigadir J
Pengamanan Diperketat
Seperti diketahui, sejak pekan lalu petugas keamanan telah menjaga ketat rumah pribadi mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo yang berada di Jalan Saguling, Duren Tiga Barat, Pancoran, Jakarta Selatan.
Satpam setempat menyebut rumah itu ditempati orangtua Ferdy Sambo.
Namun awak media tak diperkenankan untuk mendekat ke kediaman pribadi Ferdy Sambo.
"Kan di sini sama orangtuanya. Ya rencananya mau tinggal bareng atau apa gitu sama orangtuanya," kata satpam berinisial AT di lokasi, Minggu (7/8/2022) siang.
AT juga mengatakan bahwa rumah itu milik Ferdy Sambo.
Berdasarkan penuturannya, belum ada setahun rumah itu ditempati Ferdy Sambo.
"Iya, pak Sambo punya rumah di sini. Belum ada setahun (ditempati)," jelas AT.
Berdasarkan penjelasan awal polisi, Brigadir J diduga tewas usai baku tembak dengan Bharada E di rumah irjen Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022.
Meski belakangan tembak menembak dibantah Bharada E melalui pengacaranya.
Menurut polisi, baku tembak itu dipicu oleh Brigadir J yang melakukan pelecehan dan pengancaman berupa penondongan senjata ke kepala istri Irjen Ferdy Sambo, PC.
Akibat baku tembak itu, Brigadir J pun meninggal dunia.
Jika Terbukti Hilangkan Bukti
Kadiv Propam Nonaktif Irjen Ferdy Sambo bisa dikenakan pasal 221 dan 233 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jika terbukti benar menghilangkan barang bukti dan mempersulit proses pemeriksaan pada kasus tewasnya Brigadir Pol Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Demikian dikemukakan Mantan Kabareskrim Komjen (Purn) Ito Sumardi dalam keterangannya di Kompas.TV, Selasa (9/8/2022).
“Kalau benar maka bisa kena Pasal 221 yaitu menghalangi kemudian mempersulit pemeriksaan dan menghalangi ya, obstruction of justice atau Pasal 233 yaitu menghilangkan atau merusak barang bukti, nah ini udah jelas pidana,” kata Ito Sumardi.
Ito menuturkan kenapa penanganan kasus terhadap Irjen Ferdy Sambo yang ditangani Polri berbeda dengan kasus-kasus yang terjadi di masyarakat.
“Karena yang bersangkutan statusnya adalah sebagai ASN sehingga status kepegawaiannya ini nanti harus dilakukan peninjauan kembali,” ucapnya.
“Sehingga nanti biasanya kalau pidananya memenuhi unsur setelah dijatuhi, mempunya kekuatan hukum yang tetap, maka terhadap yang bersangkutan akan dikenakan pemberhentian dengan tidak hormat," ujar Ito Suimardi.
Berikut bunyi Pasal 221 dan 233 pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) :
Pasal 221 KUHP
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
(1) Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;
(2) Barangsiapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
Kemudian, Pasal 233 KUHP berbunyi:
Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktika sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.