Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Budi Setiawan (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Budi merupakan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim 2014-2016 dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jatim tahun 2017-2018.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menerangkan, penetapan Budi sebagai tersangka usai KPK melakukan serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum persidangan perkara mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan kawan-kawan serta perkara Direktur PT Kediri Putra Tigor Prakasa.
"Setelah melalui serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum persidangan perkara terpidana Syahri Mulyo DKK dan penyidikan perkara Tigor Prakasa ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan pada proses penyidikan dengan menetapkan tersangka," kata Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (19/8/2022).
Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka Budi untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 19 Agustus 2022 hingga 7 September 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1.
Dalam kasus ini, Budi Setiawan diduga menerima suap dengan total Rp10,25 miliar.
Dugaan penerimaan suap itu terkait alokasi bantuan keuangan (BK) provinsi Jawa Timur untuk infrastruktur tahun 2015-2016, 2017, dan 2018, kepada Kabupaten Tulungagung.
Pada tahun 2015 Kabupaten Tulungagung mendapatkan bantuan keuangan provinsi
Jawa Timur sebesar Rp79,1 miliar.
Baca juga: Kasus Ade Yasin, KPK Periksa Kepala BPKAD Kabupaten Bogor
Atas andilnya, Budi Setiawan menerima fee Rp3,5 miliar.
Uang itu diduga berasal dari Sutrisno yang saat itu menjabat Kepala Dinas PUPR Tulungagung.
"Atas alokasi bantuan keuangan provinsi Jawa Timur yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung, maka Sutrisno memberikan fee kepada tersangka BS sebesar Rp3,5 miliar," ungkap Karyoto.
Dikatakan Karyoto, fee tersebut diserahkan oleh Sutrisno langsung kepada Budi Setiawan di ruangan kepada BPKAD provinsi Jawa Timur.
KPK menduga fee yang dikumpulkan oleh Sutrisno itu berasal dari pengusaha di Kabupaten Tulungagung yang mengerjakan pekerjaan yang mana sumber dana untuk pekerjaan tersebut adalah berasal dari bantuan keuangan provinsi Jawa Timur.
Lebih lanjut dikatakan Karyoto, Budi Setiawan pada tahun 2017 diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur.
Sehingga, sambung Karyoto, kewenangan pembagian bantuan keuangan menjadi kewenangan mutlak Budi Setiawan.
"Pada tahun 2017 Sutrosno atas izin Syahri Mulyono juga diminta untuk mencarikan anggaran bantuan keuangan di provinsi Jawa Timur, sehingga pada tahun ini Sutrisno juga menemui tersangka BS untuk meminta alokasi anggaran bagi Kabupaten Tulungagung," tutur Karyoto.
Pada anggaran perubahan tahun 2017, kata Karyoto, Kabupaten Tulungagung mendapatkan alokasi bantuan keuangan sebesar Rp30,4 miliar.
Adapun tahun 2018, Kabupaten Tulungagung mendapatkan alokasi bantuan keuangan sebesar sebesar Rp29,2 miliar.
Sebagai komitmen atas alokasi bantuan keuangan yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung, maka pada tahun 2017 dan tahun 2018, Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan fee sebesar Rp6,75 miliar kepada tersangka Budi Setiawan.
Syahri sendiri pascadilantik sebagai Bupati Tulungagung tahun 2013 menemui Kepala Bappeda Jawa Timur untuk mendapatkan dukungan pembangunan di Tulungagung.
Setelah pertemuan tersebut Syahri menyampaikan kepada Kepala Dinas PUPR Tulungagung dan Kepala Dinas Pengairan dan Pemukiman bahwa ia sudah membuka "pintu".
Baca juga: KPK Geledah Dinas Koperasi UMKM Perdagangan dan Dinas BPKAD Kota Batu
"Selanjutnya memerintahkan Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR dan Sudarto selaku Kepala Dinas Pengairan, Pemukiman dan Perumaham Rakyat agar mengurus dan melakukan komunikasi lanjutan dengan Bappeda Jawa Timur dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Jawa Timur agar Tulungagung mendapatkan alokasi BK provinsi Jawa Timur untuk infrastruktur," terang Karyoto.
Ditekankan Karyoto, kewenangan pemberian Bantuan Keuangan provinsi Jawa Timur adalah pada Gubernur Jawa Timur.
Namun, pada pelaksanaannya, analisis kebutuhan penempatan bantuan keuangan provinsi Jawa Timur didelegasikan kepada Kepala Bappeda.
"Sehingga Kepala Bappeda-lah yang melakukan analisa kebutuhan masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Timur," ujar Karyoto.
Akan tetapi, sambung Karyoto, dalam pelaksanaannya, Kepala Bappeda juga memberikan alokasi pembagian tersebut kepada pihak lainnya, seperti Kepala BPKAD Provinsi Jawa Timur.
Atas alokasi dan distribusi pembagian tersebut, kata Karyoto, Budi Setiawan selaku Kepala BPKAD Provinsi Jawa Timur tahun 2015-2016 dapat mendistribusikan pembagian Bantuan Keuangan tersebut kepada kabupaten/kota yang direkomendasikannya.
"Namun keputusan akhir atas pembagian tersebut tetap ada pada kepala Bappeda," ujar Karyoto.
Atas perbuatannya, Budi Setiawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.