Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Inspektorat Kemendikbud Ristek Lindung Saut Maruli Sirait berharap kasus dugaan suap penerimaan siswa baru yang melibatkan Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani, dan sejumlah pihak lainnya menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Kemendikbud Ristek, kata dia, sangat prihatin dan menyesalkan tejadinya masalah tersebut.
Namun demikian, kata dia, pihaknya menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK dengan berpegang pada asas praduga tak bersalah.
Ia pun menegaskan Kemendikbud Ristek akan selalu siap membantu KPK jika dibutuhkan KPK.
"Ketiga, kami sangat berharap kasus ini menjadi kasus terakhir di semua PTN dan kasus ini harus menjadi pembelajaran yang berharga bagi pimpinan PTN dan seluruh jajarannya," kata Lindung saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta pada Minggu (21/8/2022).
Keempat, kata dia, transparansi dan akuntabilitas dalam semua jalur penerimaan mahasiswa baru termasuk jalur mandiri harus menjadi prinsip yang dipegang teguh bagi semua pimpinan PTN.
Ia mengatakan, titik tersebut adalah salah satu titik rawan yang sangat perlu diperbaiki.
Penyelenggaraan dan pengelolaan Perguruan Tinggi, kata dia, harus bebas dari hal-hal yang bersifat koruptif.
Menurutnya jika masih ada hal-hal koruptif maka tujuan penyelenggaraan pendidikan tinggi untuk melahirkan generasi yang memiliki intelektual yang tinggi dan karakter yang baik tidak akan tercapai.
Baca juga: KPK: Penerimaan Siswa Baru Perguruan Tinggi Jalur Mandiri Tidak Akuntabel dan Buka Celah Korupsi
Ia pun menegaskan salah satu yang perlu dievaluasi adalah masalah akuntabiltas dan transparansi yang sampai saat ini belum maksimal.
"Kami akan melakukan evaluasi kajian bagaimana tata kelola yang terjadi selama ini. Dan kami juga melihat masih ada potensi-potensi. Dan untuk itu kami akan segera melakukan evaluasi-evaluasi sehingga masalah ini tidak terulang," kata dia.
Sebelumnya KPK menetapkan empat orang tersangka terkait dugaan suap dalam proses penerimaan calon mahasiswa baru Universitas Lampung (Unila) tahun 2022.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan operasi tangkap tangan dimulai dari adanya laporan masyarakat yang diterima KPK terkait dugaan korupsi pada penerimaan mahasiswa di Universitas Lampung tahun 2022.
Pada Jumat (19/8/2022) sekitar pukul 21.00 WIB Tim bergerak ke lapangan, dan menangkap serta mengamankan beberapa pihak yang diduga sedang melakukan tindak pidana korupsi di Lampung, Bandung, dan Bali.
Adapun pihak yang ditangkap di Lampung adalah Mualimin (ML), Helmy Fitriawan (HF), dan Heryandi (HY) beserta barang bukti uang tunai sebesar Rp 414.500.000, selip setoran deposito di salah satu bank sebesar Rp 800 juta, dan kunci save deposit box yang diduga berisi emas yang setara dengan Rp 1,4 miliar.
Kemudian pihak yang ditangkap di Bandung adalah Karomani (KRM), Budi Sutomo (BS), Muhammad Basri (MB), dan Adi Triwibowo (AT) beserta barang bukti kartu ATM dan buku tabungan sebesar Rp 1,8 miliar.
Sementara itu, pihak yang ditangkap di Bali adalah Andi Desfiandi (AD).
Pihak-pihak dan barang bukti selanjutnya dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Ia mengatakan dengan telah dilakukannya pengumpulan berbagai informasi dan bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, dan berlanjut ke tahap penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan empat tersangka.
"Pertama, KRM (Karomani), Rektor Universitas Lampung Periode 2020-2024," kata Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta pada Minggu (21/8/2022).
Kedua, kata dia, Heryandi yang merupakan Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Universitas Lampung.
Ketiga, Muhammad Basri, yang merupakan Ketua Senat Universitas Lampung.
Keempat, Andi Desfiandi yang merupakan pihak swasta.
Baca juga: Rektor Unila Diduga Terima Rp100 juta sampai Rp350 Juta Per Calon Siswa Agar Lolos Via Jalur Mandiri
Atas perbuatan tersebut para tersangka disangkakan melanggar sejumlah pasal.
Pertama, Andi Desfiandi, selaku pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 (a) atau pasal 5 ayat 1 (b) atau pasal 13 UU 31/1999 jo 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kedua, Karomani, Heryandi, dan Muhammad Basri selaku penerima disangkakan melanggar pasal 12 (a) atau pasal 12 (b) atau pasal 11 UU 31/1999 jo 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 kesatu.