News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengenal Fenomena La Nina yang Sebabkan Hujan di Musim Kemarau dan Udara Lebih Dingin di Indonesia

Penulis: Muhammad Alvian Fakka
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

La Nina - Simak penjelasan tentang fenomena La Nina yang menyebabkan curah hujan tinggi dan udara menjadi lebih dingin.

TRIBUNNEWS.COM - Berikut mengenal apa yang disebut dengan fenomena La Nina.

BMKG mengungkapkan penyebab turunnya hujan pada musim kemarau ini adalah fenomena La Nina.

Dikutip dari laman iklim.bmkg.go.id, La Nina adalah fenomena alam yang menjadi faktor penyebab terjadinya curah hujan yang tinggi dan udara menjadi lebih dingin.

Fenomena La Nina di Indonesia terjadi karena Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.

Hal itu menyebabkan meningkatnya curah hujan di wilayah Indonesia saat musim kemarau.

Kedatangan musim kemarau di Indonesia umumnya berkait erat dengan peralihan Angin Baratan (Monsun Asia) menjadi Angin Timuran (Monsun Australia).

Baca juga: La Nina dan Supermoon Berpotensi Perparah Banjir Rob Surabaya, Ini Wilayah Lain yang Terdampak

BMKG memprediksi peralihan angin monsun terjadi seiring aktifnya Monsun Australia pada akhir April 2022 lalu.

Kemudian mulai mendominasi wilayah Indonesia pada bulan Mei hingga Agustus 2022.

Musim Kemarau di Indonesia 2022

BMKG mencatatat, jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis awal musim kemarau periode 1991-2020, maka awal musim kemarau 2022 di Indonesia diprakirakan mundur.

Secara umum kondisi Musim Kemarau 2022 diprakirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 197 Zona Musim (ZOM) atau 57,6 persen.

Namun, sejumlah 104 ZOM atau 30,4 persen wilayah Indonesia, akan mengalami kondisi kemarau "Atas Normal" atau musim kemarau lebih basah.

Musim kemarau lebih basah yaitu curah hujan pada musim kemarau lebih tinggi dari rerata klimatologis.

Sementara 41 ZOM atau 12,0 persen akan mengalami "Bawah Normal" atau musim kemarau lebih kering.

Musim kemarau lebih kering yaitu curah hujan lebih rendah dari reratanya.

Berdasarkan Zona Musim di Indonesia, BMKG mencatat puncak musim kemarau 2022 di wilayah Indonesia diprakirakan umumnya terjadi pada bulan Agustus 2022.

BMKG memperkirakan sebanyak 52,9 % Zona Musim tercatat mengalami puncak kemarau.

Menurut keadaan itu musim kemarau pada tahun 2022 akan datang lebih lambat dibandingkan normalnya dengan intensitas yang mirip dengan kondisi musim kemarau biasanya.

Baca juga: Antisipasi La Nina, KSAL Perintahkan Jajarannya Siapkan Sarana Prasarana SAR Hingga Sembako

Himbauan BMKG untuk menghadapi musim kemarau 2022

BMKG menghimbau masyarakat yang tinggal di wilayah yang akan memasuki musim kemarau lebih awal untuk tetap waspada.

Wilayah yang memasuki kemarau lebih awal antara lain:

- Sebagian Sumatera

- Sebagian Jawa,

- Kalimantan bagian selatan

- Sebagian Bali

- Sebagian Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua bagian timur.

Selain wilayah yang memasuki kemarau lebih awal, BMKG juga menghimbau perlunya meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering.

Wilayah yang mengalami musim kemarau lebih kering antara lain:

- Sumatera Utara bagian utara

- Sebagian Jawa Barat

- Jawa Tengah bagian utara

- Sebagian Jawa Timur

- Sebagian Bali

- Sebagian Nusa Tenggara

- Sebagian Kalimantan

- Sebagian Sulawesi dan Maluku.

Kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat diharapkan untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau ini.

Terutama di wilayah yang rentan terhadap bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan ketersediaan air bersih.

Pemerintah Daerah dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air sebelum memasuki puncak musim kemarau.

Hal itu bertujuan untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.

(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini