TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi kini telah menetapkan lima tersangka pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dua diantaranya adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E dan Irjen Pol Ferdy Sambo.
Keduanya telah ditahan di tempat yang berbeda.
Irjen Ferdy Sambo ditempatkan di Mako Brimob Depok. Sementara Bharada E di ruang tahanan Bareskrim Polri.
Namun siapa sangka mental dua polisi yang berbeda.
Baca juga: Kuasa Hukum Brigadir J Resmi Polisikan Ferdy Sambo dan Istri ke Bareskrim Polri
Mental Bharada E
Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Choirul Anam dalam wawancara khusus di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (25/8/2022) petang kondisi Bharada E.
“Ada proses yang ketika (Bharada E) ditanya itu mentalnya kuat, diputar-putar (pertanyaan) tetap konsisten. Dan enggak terlalu grogi, salah satunya Bharada E,” ujar Anam.
Anam menjelaskan saat melakukan pemeriksaan atas seluruh ajudan Ferdy Sambo atau Aide De Camp (ADC) termasuk dengan Bharada E.
Beberapa ajudan Ferdy Sambo grogi dalam menjawab pertanyaan, kecuali Bharada E.
Demikian pula saat memasuki masa istirahat, beberapa orang ini menghabiskan waktu lebih lama dalam menghabiskan waktu istirahat termasuk Bharada E.
Namun meski begitu dari semua ajudan yang diperiksa, Bharada E yang punya mental paling kuat dan konsisten.
“Bharada E itu mentalnya cukup untuk terus ngomong secara konsisten, padahal sudah kita putar (pertanyaannya),” jelas Anam menjelaskan saat pemeriksaan dilakukan.
“Walaupun beberapa waktu, saat istirahat ngerokoknya lama daripada yang lain,” jelas Anam.
Kesaksian Bharada Richard Eliezer (RE atau E) kini menjadi bagian penting dalam terungkapnya kasus tewasnya Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat (Josua atau J).
Eliezer pun kini telah menjadi saksi pelaku yang bekerja sama (justice collabolator).
Irjen Ferdy Sambo
Sementaara itu, Mantan Kadiv Propam Polri itu menangis terharu saat bercerita mengenai anak-anaknya kepada Kak Seto yang menemuinya di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok (23/8/2022).
Saat bertemu Irjen Ferdy Sambo, Kak Seto mengatakan dirinya dititipkan anak-anak sang jenderal agar tetap diberi semangat dan tegar menghadapi kondisi keluarganya.
"Terjadi dialog-dialog sederhana. Beliau juga menitipkan kepada kami kalau nanti anak-anaknya supaya tetap diberi semangat, supaya tetap terus tegar menghadapi kondisi ini, dan tetap mencapai apa yang dicita-citakan, yaitu menjadi anggota Polri," imbuh Kak Seto.
Selain itu, Kak Seto mengungkapkan Irjen Ferdy Sambo sempat terkejut dengan kedatangannya ke Mako Brimbo.
"Pertama beliau juga sangat terkejut, sangat terharu, bahkan juga meneteskan air mata dan tidak menyangka," kata Kak Seto.
Kak Seto menyampaikan tujuan kedatangannya ke Mako Brimob untuk melakukan perlindungan terhadap anak-anak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Sebab, kata Seto, pihaknya mendengar bahwa anak-anak Ferdy Sambo gencar mendapat perundungan.
"Karena saya mendengar bahwa putra-putri beliau itu mendapatkan perundungan yang sangat gencar, yang mungkin juga membuat anak-anak ini stres, tegang, dan sebagainya," ungkapnya.
Tersangka Pembunuhan Brigadir J
Menurut polisi, Brigadir J tewas setelah ditembak di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Polisi telah menetapkan lima tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.
Mereka adalah Putri Candrawathi (PC), Ferdy Sambo (FS), Bharada Richard Eliezer (RE), Brigadir Ricky Rizal (RR), dan Maruf Kuat (KM).
Berikut peran para tersangka:
- Bharada RE berperan sebagai eksekutor penembakan Brigadir J
- Bripka RR turut menbantu dan menyaksikan penembakan korban
- Tersangka KM juga ikut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J
- Irjen Pol Ferdy Sambo menyuruh melakukan penembakan Brigadir J
- Putri Candrawathi mengajak Bharada E, Bripka RR, KM dan Brigadir J berangkat ke lokasi penembakan.
Selain Putri, penyidik telah menerapkan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP kepada keempat tersangka lainnya.
Mereka terancam maksimal hukuman mati atau seumur hidup atau penjara maksimal 20 tahun.
Sumber: Tribun Jakarta/Tribunnews.com