Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri membenarkan tidak mengizinkan pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J untuk melihat proses rekontruksi kasus pembunuhan yang digelar Selasa (30/8/2022).
"Iya betul (pengacara Brigadir J tidak diperbolehkan melihat proses rekontruksi)," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian Djajadi saat dihubungi, Selasa (30/8/2022).
Andi menyebut dalam proses rekontruksi ini hanya penyidik, Jaksa Penuntut Umum (JPU), tersangka dan kuasa hukum tersangka wajib mengikuti.
Sedangkan, tidak ada kewajiban untuk menghadirkan korban ataupun pengacaranya untuk mengikuti proses rekontruksi ini.
"Rekonstruksi/reka ulang ini utk kepentingan penyidikan dan penuntutan, dihadiri oleh para tersangka dan saksi beserta kuasa hukumnya," jelasnya.
Selain itu, Andi menyebut pihak eksternal Polri juga menghadiri proses rekontruksi tersebut.
Baca juga: Brigjen Andi Rian Sebut Laporan Pelecehan Istri Ferdy Sambo Upaya Penghalangan Penyidikan
"Proses reka ulang diawasi oleh Kompolnas, Komnas HAM dan LPSK. Jadi tidak ada ketentuan proses reka ulang/rekonstruksi wajib menghadirkan korban yang sdh meninggal atau kuasa hukumnya," jelasnya.
Sebelumnya, pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, merasa kecewa karena tidak bisa melihat langsung rekonstruksi pembunuhan Brigadir J di rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling III, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Selasa (30/8/2022).
Padahal, kata dia, ia dan tim telah datang ke lokasi sejak pukul 08.00 WIB.
Namun karena rekonstruksi belum dimulai, maka ia dan tim sempat meninggalkan lokasi.
Ia pun terpantau kembali datang ke lokasi pukul 10.04 WIB.
"Ternyata kami sudah menunggu di sini sedemikian rupa, yang boleh ikut rekonstruksi hanya penyidik, tersangka, pengacara tersangka, LPSK, Komnas HAM, Brimob, dan sebagainya. Sementara kami dari pelapor tidak boleh lihat," kata Kamaruddin di lokasi pada Selasa (30/8/2022).
"Jadi ini bagi kami suatu pelanggaran hukum yang sangat berat. Tidak ada makna equality before the law. Jadi entah apa yang mereka lakukan di dalam kami juga tidak tahu. Jadi daripada kami hanya duduk-duduk saja tidak ada gunanya, mending kami pulang," kata Kamaruddin.