TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid meminta DPR agar membentuk panitia khusus (Pansus) terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Usman menganggap pembentukan Pansus ini penting lantaran kasus tewasnya Brigadir J tidak hanya masalah kriminal yaitu pembunuhan tetapi masalah struktural dari penegak hukum.
Dalam kasus ini, Usman menilai ada penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan.
"Karena problemnya lagi bukan problem hukum kriminal yaitu pembunuhannya tapi juga problem kelembagaan penegak hukum yang bersifat struktural ada penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan."
"Maka tidak ada salahnya sebenarnya jika DPR Komisi III menjajaki pembentukan panitia khusus untuk melihat masalah Ferdy ini bukan sekedar dalam penanganan pidananya dijalankan tapi bagaimana dugaan-dugaan penyalahgunaan kekuasaan terjadi di baliknya," jelasnya dalam diskusi publik bertajuk "Kematian Joshua dan Perkara Sambo" yang ditayangkan di YouTube Public Virtue Research Institue pada Kamis (1/9/2022).
Baca juga: Mirip Sidang Kasus Mirna, Eks Hakim Agung Sebut Kasus Brigadir J Rumit, Ferdy Sambo Bisa Bebas?
Di sisi lain, Usman menganggap pengawasan internal seperti mekanisme kode etik dalam Polri tidak efektif lantaran berkaca dari kasus Ferdy Sambo yang saat itu selaku Kadiv Propam justru menjadi otak dari pembunuhan Brigadir J.
Kemudian, ia pun menjelaskan adanya pengawasan pada tingkatan eksekutif oleh Presiden dan menteri-menteri hingga pengawasan dari publik.
Tanggapan Anggota Komisi III: Tak Bisa Dikabulkan, DPR Kini 'Pemerintah'
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman menyebut usulan dibentuknya Pansus dalam kasus pembunuhan Brigadir J tidak mungkin dikabulkan.
Hal tersebut, menurutnya, lantaran kini DPR telah menjadi layaknya 'pemerintah'.
Pernyataan Benny K Harman tersebut berdasarkan fakta tujuh fraksi di DPR adalah pendukung pemerintah sedangkan dua lainnya di luar pemerintahan.
Sehingga menurutnya, kondisi DPR di era pemerintah Joko Widodo (Jokowi) kini adalah bagian dari eksekutif.
"Menurut saya itu usulan yang tidak mungkin bisa dilaksanakan, mengapa? Karena DPR sekarang ini adalah pemerintah. Jadi usulan-usulan begitu (pansus) kan DPR nya bukan eksekutif."
"DPR sekarang ini, periode Presiden Jokowi ini, DPR itu adalah bagian dari eksekutif," katanya dalam diskusi yang sama.
Baca juga: Media Asing Ikut Soroti Kasus Ferdy Sambo Bunuh Brigadir J
Lebih lanjut, Benny meminta agar penanganan kasus pembunuhan Brigadir J dibuka kepada publik dan dilakukan berdasarkan peraturan hukum yang berlaku.
Di sisi lain, Benny pun menilai tekanan publik dapat membuat Jokowi sampai meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan Brigadir J ini.
Benny pun menilai pengusutan kasus ini adalah sebuah 'revolusi hukum tanpa pemimpin'.
"Jangan lupa dibukanya kasus Sambo ini bukan karena polisi dan pers, ini karena tekanan netizen melalui media sosial.
"Yang terjadi pada kasus Sambo ini adalah revolusi hukum tanpa pemimpin, revolusi yang mampu menekan Presiden sekalipun untuk memerintahkan bawahannya yaitu Kapolri agar kasus ini dibuka seterang-terangnya," tuturnya.
Baca juga: Kasus Brigadir J, Kompol Chuck Putranto Dipecat Tidak Hormat dari Polri, Susul Ferdy Sambo
Lebih lanjut, Benny meminta agar publik tidak hanya puas dalam konteks pengusutan kasus pembunuhan Brigadir J yang sempat ditutupi dalam penanganannya.
Diketahui, Polri telah menetapkan lima tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Selain Bharada E, Ferdy Sambo hingga Kuat Maruf disangkakan pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 55 dan 56 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara maksimal 20 tahun.
Sementara Bharada E disangkakan dengan pasal 338 KUHP juncto pasal 55 dan 56 KUHP tentang Tindak Pidana Pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Selain itu, Polri juga telah menetapkan tujuh personel polisi termasuk Ferdy Sambo sebagai tersangka obstruction of justice.
Lalu untuk enam tersangka lainnya yaitu Brigjen Hendra Kurniawan selaku mantan Karopaminal Divisi Propam Polri dan Kombes Agus Nurpatria selaku mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri.
Baca juga: Pakar Psikologi Forensik: Kesimpulan Komnas HAM Soal Adanya Pelecehan Untungkan Istri Ferdy Sambo
Kemudian, AKBP Arif Rahman Arifin selaku mantan Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri, Kompol Baiquni Wibowo selaku mantan PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri.
Terakhir, Kompol Cuk Putranto selaku mantan PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, dan mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto dikutip dari Tribunnews.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Suci Bangun DS)
Artikel lain terkait Polisi Tembak Polisi