TRIBUNNEWS.COM - Inilah daftar tersangka dalam dua perkara dalam kasus meninggalnya Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Proses hukum terkait kasus meninggalnya Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo masih terus berjalan.
Setidaknya ada dua perkara yang muncul dalam kasus tersebut.
Pertama, kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Perkara kedua adalah kasus dugaan menghalang-halangi proses hukum atau obstruction of justice dalam penanganan perkara kematian Brigadir J.
Dalam setiap perkara ini, tim penyidik Polri telah menetapkan sejumlah tersangka.
Baca juga: Komnas HAM Hidupkan Isu Pelecehan Istri Sambo, Ahli: Rugikan Brigadir J, Untungkan Putri Candrawathi
Satu di antaranya adalah Irjen Ferdy Sambo yang kini menyandang dua status tersangka, yaitu obstruction of justice dan otak pembunuhan sang ajudan.
Selengkapnya, berikut daftar tersangka dan peran mereka dalam dua perkara kasus meninggalnya Brigadir J:
1. Perkara Kasus Dugaan Pembunuhan Berencana Brigadir J
Ada lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Bharada Richard Eliezer atau Bharada E adalah orang pertama yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu.
Pada narasi awal, Bharada E adalah sosok yang terlibat tembak menembak dengan Brigadir J di rumah Ferdy Sambo.
Di lain hari diketahui, narasi tersebut hanyalah rekayasa alias skenario yang dirancang Ferdy Sambo.
Sosok kedua yang menjadi tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J adalah Kuat Ma'ruf.
Kuat Ma'ruf adalah warga sipil yang menjadi sopir sekaligus asisten rumah tangga (ART) di keluarga Ferdy Sambo.
Sudah bekerja selama 13 tahun menjadikan Kuat Ma'ruf sebagai salah satu orang kepercayaan Ferdy Sambo.
Tersangka ketiga adalah Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR.
Baca juga: Sosok Bripka RR, Tersangka Kasus Pembunuhan Brigadir J yang Diotaki Irjen Ferdy Sambo
Sama seperti Brigadir J dan Bharada E, Bripka RR adalah ajudan Ferdy Sambo.
Sebenarnya, Bripka RR merupakan anggota aktif Satlantas Polres Brebes yang kemudian di-BKO-kan ke Div Propam dua tahun lalu oleh Ferdy Sambo.
Sosok keempat yang menjadi tersangka adalah Ferdy Sambo, bos Brigadir J sekaligus mantan Kadiv Propam.
Penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka diumumkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam sebuah konferensi pers, Selasa (9/8/2022).
Ferdy Sambo bahkan disebut sebagai otak pembunuhan Brigadir J.
Terakhir, adalah istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: Beda Nasib Putri Candrawathi dengan Tiga Sosok Ini yang Tetap Ditahan walau Punya Anak Kecil
Kelima tersangka ini memiliki sejumlah peran dalam kasus meninggalnya Brigadir J.
Bharada E sebagai eksekutor penembakan Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo.
Bripka RR dan Kuat Ma'ruf turut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J.
Sementara itu, Ferdy Sambo merupakan sosok yang memberi perintah penembakan.
Ia juga dalang dari skenario seolah-olah telah terjadi baku tembak antara korban dan Bharada E di rumah dinasnya.
Terakhir ada Putri Candrawathi yang turut terlibat dalam dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Ia melakukan kegiatan-kegiatan yang menjadi bagian dari perencanaan pembunuhan terhadap Brigadir J.
Kelima tersangka itu juga disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Empat dari lima tersangka sudah ditahan oleh pihak kepolisian. Hanya Putri Candrawathi yang hingga kini belum ditahan dengan alasan kemanusiaan.
2. Perkara Kasus Obstruction of Justice
Di sisi lain, Polri juga telah menetapkan tujuh tersangka kasus obstruction of justice atau menghalangi penyidikan terkait penanganan awal perkara kematian Brigadir J.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, para tersangka melakukan tindakan merusak barang bukti elektronik.
Sayangnya, ia tidak merinci secara persis peran masing-masing tersangka.
"Pertama merusak barang bukti HP, CCTV. Kedua, menambahkan barang bukti di TKP. Intinya itu," kata Dedi saat dikonfirmasi, Kamis (1/9/2022).
Adapun ketujuh tersangka kasus obstruction of justice itu adalah mantan Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo.
Dengan demikian, Ferdy Sambo menjadi tersangka dalam dua perkara yang berbeda.
Tersangka lainnya adalah mantan Karopaminal Divisi Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan dan mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri, Kombes Agus Nurpatria.
Namun, dalam surat pernyataan Ferdy Sambo yang diunggah istri Hendra Kurniawan, Seali Syah, Ferdy Sambo menyebut, Hendra dan Agus tidak terlibat dalam perusakan CCTV.
Tersangka selanjutnya adalah mantan Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri, AKBP Arif Rahman Arifin dan mantan PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, Kompol Baiquni Wibowo.
Lalu, Kompol Chuck Putranto sebagai mantan PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri.
Terbaru, Kompol Chuck Putranto telah dipecat atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari Polri menyusul Irjen Ferdy Sambo.
Pemecatan Kompol Chuck Putranto dari Korps Bhayangkara didapat setelah Polri menggelar sidang etik pada Kamis (1/9/2022) kemarin.
Terakhir ada AKP Irfan Widyanto yang dulu menjabat sebagai Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri.
Diketahui, AKP Irfan Widyanto adalah peraih Adhi Makayasa atau lulusan terbaik Akpol pada 2010.
Secara terpisah, Kejagung juga telah menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) untuk enam tersangka selain Ferdy Sambo.
Dalam SPDP tersebut, para tersangka diduga melanggar Pasal 49 Juncto (jo.) Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) jo. Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP jo. Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
Dari pasal yang diterapkan itu, Ferdy Sambo dan enam tersangka lainnya diduga dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.
Ancaman hukumannya adalah pidana penjara selama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Sementara Pasal 221 KUHP yang disangkakan kepada para tersangka berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
(1) Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;
(2) Barangsiapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
Kemudian, Pasal 233 KUHP yang juga disangkakan kepada para tersangka berbunyi:
Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Rahel Narda Chaterine)