TRIBUNNEWS.COM – Sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan kepesertaan sangat besar, BPJS Kesehatan terus berupaya agar biaya operasional yang dikeluarkan mampu memberikan layanan terbaik bagi pesertanya.
Upaya simplifikasi prosedur dan pemanfaatan teknologi informasi menjadi kunci yang didorong BPJS Kesehatan kepada seluruh mitra kerjanya agar biaya operasional yang telah ditetapkan Pemerintah dapat tetap efektif dan memiliki daya ungkit dalam hal peningkatan kualitas layanan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti saat menjadi narasumber dalam webinar internasional bertema ”Social Security Administrative Costs and Spending Schemes in Health Insurance”, yang diselenggarakan International Social Security Assosiation (ISSA), Rabu (07/09/2022). Sesi ini sebagai ajang bagi pengelola jaminan sosial negara anggota ISSA untuk mendiskusikan efektivitas biaya operasional penyelenggara terhadap kualitas layanan program jaminan sosial.
“Perkembangan jumlah kepesertaan Program JKN semakin hari semakin meningkat. Peningkatan ini akan berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan biaya operasional. Kebutuhan biaya untuk pengelolaan layanan administrasi kepesertaan, pengumpulan iuran, pemberian layanan kesehatan hingga dalam hal upaya edukasi dan sosialisasi, juga akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jika BPJS Kesehatan tidak melakukan otomasi proses bisnis maupun simplifikasi layanan tentu akan membutuhkan sumber daya yang lebih besar,” ujar Ghufron Mukti yang hingga saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi Kesehatan atau Technical Commission on Medical Care and Sickness Insurance (TC Health) ISSA yang beranggotakan 160 negara.
Ghufron memaparkan, berdasarkan laporan ISSA 2018-2021, persentase rata-rata biaya operasional terhadap pendapatan iuran adalah 4,5 persen. Sementara, data 21 negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menunjukkan bahwa kisaran jumlah biaya operasional jaminan kesehatan tahun 2017-2019, mayoritas atau 12 negara memiliki besaran biaya operasional rata-rata 4,8% dari total iuran, sedangkan di 9 negara lain biaya administrasinya >10% dari total iuran.
Jumlah dan persentase biaya operasional terhadap pendapatan iuran di berbagai negara memang bervariasi disesuaikan dengan kebutuhan, cakupan kepesertaan dan kinerja pengelola jaminan sosial.
“Saat ini dari data yang ada, biaya operasional yang diberikan kepada BPJS Kesehatan dari tahun 2014 hingga 2022 cenderung bervariasi setiap tahunnya. Pada tahun 2014, kita mendapatkan alokasi biaya operasional sebesar 6,25% dari kontribusi/iuran sementara pada alokasi biaya operasional tahun 2022 adalah sebesar 2,81% dari pendapatan iuran. BPJS Kesehatan terus melakukan efisiensi, tetapi untuk pelayanan yang berkualitas perlu adanya biaya operasional yang sesuai dengan perhitungan yang seharusnya,” papar Ghufron.
Menyiasati hal tersebut, dalam Rencana Strategis 2021-2026, selain otomasi proses bisnis melalui teknologi informasi, BPJS Kesehatan juga memperkuat digitalisasi layanan operasional seperti verifikasi klaim digital, pendaftaran peserta secara online, serta integrasi sistem data dan informasi dengan pemangku kepentingan. Selain itu telah dikembangkan konsep kantor virtual dan pengembangan integrasi antar saluran layanan (omni channel).
BPJS Kesehatan juga mengoptimalkan penggunaan platform digital untuk meningkatkan metode pembayaran, variasi jenis pembayaran dan efektivitas pengumpulan iuran, pengembangan integrasi dan otomatisasi transaksi menuju Single Entry Transaction, pemilihan fasilitas kesehatan melalui digitalisasi proses administrasi, pengembangan tenaga kerja digital dan pemimpin digital, serta mengoptimalkan fungsi komunikasi organisasi melalui pemanfaatan teknologi digital.
“Namun kita tentu tidak bisa menutup mata, bahwa sejumlah tantangan dalam pemanfaatan teknologi informasi membutuhkan infrastruktur dan biaya pemeliharaan yang relatif mahal. Ditambah belum meratanya ketersediaan infrastruktur digital di sebagian wilayah Indonesia,” tutup Ghufron.
Sementara itu Direktur Jenderal NHIS Korea, Sang-Baek Chris Kang mengungkapkan bahwa salah satu kunci efektivitas dan efisiensi pengelolaan biaya administratif jaminan sosial adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat memangkas bisnis proses dan mempermudah pelayanan kepada masyarakat.
Dalam Webinar tersebut juga hadir sebagai pembicara dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), David Morgan. Menurutnya, biaya operasional jaminan kesehatan tergantung tingkat administrasi secara Makro, Meso atau Mikro.
OECD juga menyampaikan biaya operasional juga tergantung fungsi pembiayaan yang diemban oleh badan penyelenggara seperti pengumpulan iuran (collecting), pooling, purchasing and stewardship serta konsep jaminan sosialnya berupa single payer, multiple payer, public atau private.
“Khusus untuk biaya administrasi untuk badan penyelenggara private umumnya persentase biaya operasional tentu lebih besar,” kata Morgan.
Sementara itu National Health Insurance Fund Management (NEAK) Hungaria, Petra Fadgyas Freyler mengungkapkan di Hungaria setelah Badan penyelenggara bekerja sama dengan banyak rumah sakit, namun persentase biaya operasional menjadi turun terhadap total pendapatan iuran. (*)