“Yakni menggunakan angkutan umum dan kenggunakan motor sendiri yang dikombinasikan masing-masing sekitar 5,3 persen,” ujar Kennedy.
Menurut dia, secara demografi pengguna ojol, kelompok laki-laki, usia lebih muda, kalangan pegawai pemerintahan, guru atau dosen dan pelajar serta mahasiswa cenderung menggunakan motor pribadi jika tarif ojol dinaikkan.
Sementara kelompok perempuan, usia lebih tua, kalangan wirawsawsta, Ibu Rumah Tangga (IRT) dan profesi lainnya cenderung menjawab mereka akan tetap menggunakan ojol.
“Jadi ada pengaruh sisi gender sangat berpengaruh terhadap jawaban disini,” ucap Kennedy.
Ia melanjutkan, dari sisi pendidikan dan pendapatan, kelas menengah ke bawah cenderung akan beralih menggunakan motor pribadi.
Kemudian menurut pendidikan tidak tampak pola tertentu atau masih realtif berimbang.
“Sedangkan dari sisi pendapatan, mereka yang berpendapatan lebih rendah, mereka akan beralih menggunakan motor sendiri yang lebih besar proporsinya,” tuturnya.
Adapun Populasi survei ini adalah setiap warga yang berumur 17 tahun, atau lebih, atau sudah menikah dan merupakan pengguna ojek online yang pernah bepergian minimal satu hari dalam seminggu terakhir menggunakan ojek online lain yang berbasis aplikasi.
Dari populasi itu dipilih secara random (multistage random sampling) dengan sample basis sebanyak 1030 responden yang tersebar secara proporsional di 31 Kabupaten/Kota.
Kemudian dilakukan oversample sebanyak 190 responden pada kelompok pengguna rutin Ojek Online (minimal 3 hari seminggu menggunakan Ojek Online), sehingga total sample yang dianalisis sebanyak 1.220 responden.
Margin of error dari ukuran sampel basis tersebut sebesar +/- 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan asumsi simple random sampling.
Sementara sampel mitra driver dipilih secara random (multistage random sampling) sebanyak 810 responden. Margin of error sampel sekitar +/- 3,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan asumsi simple random sampling.