TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di tiga lokasi, terkait dengan dengan kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru yang menyeret rektor Universitas Lampung (UNILA) Karomani.
Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, penggeladahan itu telah dilakukan pada Selasa (13/9/2022).
Adapun lokasi yang digeladah pertama yakni Kantor Yayasan Afian Husin KAMPUS IIB Darmahusada, Jl. Zainal Abidin Pagar Alam Lampung.
Dari hasil penggeladahan itu didapati beberapa barang bukti elektronik.
"Diperoleh dokumen terkait transfer dana dan bukti elektronik/BBE," ucap Ali kepada awak media, Rabu (14/9/2022).
Lokasi geledah selanjutnya yakni, Gedung Lampung Nahdiyin Center (LNC) dan didapati sejumlah dokumen di antaranya daftar para donatur.
"Gedung LNC (Lampung Nahdiyin Center) Jl. Rajabasaraya I Lampung. Ditempat ini tim penyidik memperoleh sejumlah dokumen diantaranya terkait daftar donatur," tutur dia.
Lokasi ketiga, yakni di sebuah rumah yang beralamat di Jalan Nusantara Gang Cemara No 11 Bandara Lampung dan rumah Jl Duren 11 blok E Jati Agung Lampung Selatan.
Dari hasil geledah itu, KPK kata Ali, mendapati dokumen terkait calon mahasiswa melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
"Diperoleh dokumen terkait SNMPTN dan pengumuman hasil SNMPTN, serta dokumen dana iuran uang kuliah tunggal UKT," tutur dia.
Baca juga: KPK Beri Kesempatan Rektor Universitas Lampung Karomani Ungkap Keterlibatan Pihak Lain
Seluruh barang bukti hasil geledah itu selanjutnya kata Ali, akan dianalisis dan dimasukkan dalam berkas perkara.
"Seluruhnya akan dianalisis dan disita sebagai barang bukti dalam berkas perkara ini," tukas dia.
Sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka yakni Rektor Unila, Karomani; Wakil Rektor I bidang Akademik Unila, Heryandi; Ketua Senat Unila, Muhammad Basri; serta swasta, Andi Desfiandi.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Unila.
Diduga Karomani dkk menerima suap hingga hampir Rp5 miliar rupiah dari orang tua mahasiswa yang diluluskan via jalur mandiri. Penerimaan uang itu dilakukan Karomani melalui sejumlah pihak.
Rinciannya, diterima dari Mualimin selaku dosen yang diminta mengumpulkan uang oleh Karomani senilai Rp603 juta. Rp575 juta di antaranya sudah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani.
Kemudian, diterima dari Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila dan M Basri senilai Rp4,4 miliar, dalam bentuk tabungan deposito, emas batangan dan uang tunai.
Sehingga, total uang yang diduga diterima oleh Karomani dkk mencapai Rp5 miliar.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, uang miliaran rupiah tersebut diduga dikumpulkan oleh Karomani dkk dari sejumlah orang tua mahasiswa yang diluluskan via jalur mandiri Unila.
Setiap pihak keluarga mahasiswa diduga menyetor uang yang beragam agar anak atau kerabatnya lulus dalam seleksi mandiri tersebut.
"Terkait besaran nominal uang yang disepakati antara pihak KRM (Karomani) diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan," kata Ghufron dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (21/8/2022).
Kasus yang menjerat Karomani dkk bermula dari giat operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (19/8/2022) di wilayah Lampung, Bandung, dan Bali.
Adapun dalam OTT, KPK telah mengamankan barang bukti yang diduga merupakan suap tersebut.
Barang bukti itu yakni uang senilai Rp414,5 juta; deposito bank senilai Rp800 juta; kunci save deposit boks diduga isi emas setara Rp1,4 miliar; dan kartu ATM serta buku tabungan yang berisi Rp1,8 miliar.
Atas perbuatannya, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara, Andi Desfiandi selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.