Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI mengevaluasi Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman.
Koalisi mencatat sejumlah masalah terkait TNI/Polri beberapa waktu terakhir menjadi potret persoalan serius dalam tata kelola sektor pertahanan dan keamanan.
Menurut Koalisi, masalah terbaru adalah tindakan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman yang mengarahkan anggotanya agar merespons pernyataan anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon.
Tindakan itu, menurut Koalisi sangatlah tidak tepat serta bertentangan dengan prinsip demokrasi dan negara hukum.
Koalisi menilai pandangan dari anggota DPR terhadap TNI dalam suatu rapat koordinasi antar kelembagaan negara bersifat konstitusional dan dijamin undang-undang.
Baca juga: Jenderal Dudung Buka Pintu Mabes Angkatan Darat Untuk Kehadiran Effendi Simbolon
Menurut Koalisi hal tersebut menjadi bagian dari fungsi pengawasan legislatif, secara khusus Komisi I DPR yang pada hakikatnya juga memiliki wilayah tugas untuk mengawasi dan/atau mitra kerja institusi TNI.
Dalam kasus terakhir, menurut Koalisi, anggota DPR Effendi Simbolon tengah mempertanyakan Panglima TNI atas pelanggaran HAM yang berulang di Papua.
Kritik tersebut, kata Koalisi, adalah sejenis evaluasi atas kinerja Panglima TNI dalam memastikan anggotanya menghormati HAM.
Baca juga: Effendi Simbolon: Saya Tidak Pernah Menstigma TNI seperti Gerombolan
Hal tersebut disampaikan dalam Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan yang diterima dari Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid pada Kamis (15/9/2022).
"Koalisi menilai, tindakan KSAD atas pandangan seorang anggota DPR sebagai bentuk pembangkangan terhadap otoritas sipil. Tindakan itu tidak dibenarkan dengan dalih dan alasan apapun," kata Koalisi.
"Sikap tersebut adalah cermin dari tentara berpolitik dan tidak menghormati supremasi sipil, bukan tentara profesional," sambung Koalisi.
Dalam negara hukum dan demokrasi, lanjut Koalisi, DPR dan Presiden adalah otoritas sipil yang dipilih oleh rakyat melalui proses Pemilu yang merupakan mekanisme formal demokrasi yang ditegaskan dalam Konstitusi.
Tugas dan fungsi utama Presiden dan DPR, menurut Koalisi salah satunya adalah mengawasi institusi militer.
Dalam konteks itu, kata Koalisi, apa yang disampaikan oleh anggota DPR dalam mengawasi TNI adalah kewenangan otoritas sipil yang diakui dan ditegaskan dalam Konsitusi dalam rangka melakukan kontrol sipil demokratik terhadap militer.
Baca juga: 14 Jenderal TNI AD Dampingi KSAD Jenderal Dudung Tanggapi Permintaan Maaf Effendi Simbolon
Sistem demokrasi, kata Koalisi, menempatkan institusi militer sebagai instrumen pertahanan negara yang harus tunduk terhadap kebijakan maupun pengawasan yang dilakukan oleh otoritas sipil.
Sebagai alat, lanjut Koalisi, maka tidak dimungkinkan pimpinan militer melakukan protes atau kritik secara terbuka di luar sarana/forum formil kepada pemimpin sipil.
Menurut Koalisi militer harus tunduk atas kebijakan dan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas sipil.
Koalisi menilai pernyataan anggota dewan seharusnya dijadikan bahan refleksi dan evaluasi diri atas berbagai permasalahan yang melibatkan anggota TNI.
Pernyataan anggota dewan, menurut Koalisi, bukanlah representasi perorangan, melainkan representasi rakyat yang dipilih rakyat.
"Oleh karena itu, protes maupun intimidasi atas kerja-kerja yang dilakukan oleh DPR sama saja artinya pimpinan TNI AD tidak menghargai mandat rakyat yang telah dititipkan kepada anggota DPR terpilih," kata Koalisi.
Koalisi menilai hingga hari ini TNI masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi, khususnya terkait dengan proses reformasi TNI dan transformasi TNI yang masih mengalami stagnasi.
Dalam rangka itu, menurut Koalisi, kritik terhadap berbagai persoalan di institusi TNI jangan dipandang sebagai bentuk penghinaan atau merusak TNI, namun menjadi bagian dari upaya untuk mendorong TNI sebagai tentara yang profesional, terutama meningkatkan komitmen dalam menjalankan fungsinya sebagai alat pertahanan negara.
"Koalisi mendesak DPR dan Presiden segera mengevaluasi KSAD, karena sikap tindak KSAD itu merupakan bentuk pembangkangan terhadap otoritas sipil yang tidak dibenarkan dalam sistem demokrasi dan negara hukum," kata Koalisi.
Menurut Koalisi evaluasi juga harus dilakukan terhadap Panglima TNI berkaitan dengan berulangnya kasus pelanggaran HAM oleh anggota TNI khususnya di Papua.
"Langkah evaluasi itu juga harus dibarengi dengan upaya melakukan tata kelola reformasi TNI dan transformasi TNI ke arah yang lebih profesional," kata Koalisi.
Mereka yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan di antaranya adalah YLBHI, PBHI Nasional, Imparsial, Amnesty International Indonesia, KontraS, LBH Jakarta, ELSAM, LBH Masyarakat, SETARA Institute, Public Virtue Institute, ICW, HRWG, ICJR, LBH Pers, WALHI, LBH Pos Malang, dan Centra Initiative.