Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dinilai perlu memilih pejabat imigrasi yang memenuhi syarat ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjadi Direktorat Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kemenkumham.
Satu penyebab munculnya berbagai persoalan di Imigrasi termasuk yang dikeluhkan Presiden Jokowi belakangan, karena puncuk pimpinan Imigrasi dipegang ‘orang luar’ atau orang yang tidak memiliki kemampuan teknis keimigrasian.
Padahal, di Imigrasi sendiri banyak pejabat ASN yang memiliki kualifikasi kemampuan teknis dan managerial yang mumpuni untuk menjadi Dirjen Imigrasi.
“Saya sangat pahami Presiden Jokowi marah-marah atas kinerja pimpinan Imigrasi. Kenapa? Itu karena pucuk pimpinannya bukan orang dalam, bukan orang yang memahmi teknis keimigrasian, tidak pernah mengikuti pendidikan teknis keimigrasian. Jadi, sudah saatnya Presiden Jokowi menempatkan pejabat ASN imigrasi di pucuk pimpinan Imigrasi,” kata Mantan Atase Imigrasi/Konsul pada KBRI di Malaysia Taswem Tarib saat dihubungi wartawan, Kamis (15/9/2022).
Baca juga: Jokowi Dinilai Perlu Pertimbangkan Pilih ASN Internal Pimpin Imigrasi
Taswem mengatakan imigrasi bukanlah theory science sehingga tidak dibuka program studi-nya di universitas manapun di Indonesia tentang prodi keimigrasian.
Keimigrasian, kata dia, pure applied sceince yang memiliki pendidikan khusus melalui sekolah Politeknik Imigrasi (Poltekim).
Dalam pelaksanaan tugasnya, kata dia, pimpinan imigrasi harus melaksanakan sekaligus dan secara bersamaan hukum nasional dan hukum internasional.
“Pejabat dan petugas imigrasi adalah penjaga kedaulatan negara di pintu masuk. Mereka menjalankan empat fungsi sekaligus, yakni pelayanan imigrasi, aparat security negara khususnya di pintu masuk, penegak hukum dan fasilitator pembangunan. Keempat hal ini diperoleh dalam pendidikan teknis keimigrasian di Poltekim dan pengalaman di lapangan sehingga aneh kalau Dirjen atau pimpinan Imigrasi tiba-tiba dipegang oleh orang luar yang minim pengetahuan dan kemampuan teknis,” jelas Taswem.
Baca juga: Komisi III DPR Dorong Kemenkumham Segera Lantik Dirjen Imigrasi Baru
Selain itu, Mantan Kankanwil Kemenkumham DKI ini menuturkan banyak juga pejabat ASN imigrasi yang memiliki kemampuan managerial karena telah mengikuti pendidikan diklat pimpinan tingkat 1 dari Lembanga Administrasi Negara (LAN) dan pendidikan di Lemhanas.
Selain itu, ada juga pejabat imigrasi sudah lulus pendidikan Sespimti Polri, diklat penyidik serta sekolah intelijen TNI.
“Di imigrasi sendiri banyak memperoleh deegre dari universitas ternama di luar negeri baik master maupun Phd dan punya pengalaman bertahun-tahun sebagai atase imigrasi/konsul pada KBRI di seluruh Indonesia. Jadi, sebenarnya tidak perlu ambil pimpinan Imigrasi dari luar, pejabat imigrasi sendiri banyak yang doktor dengan kemampuan teknis dan managerial yang mumpuni serta pengalaman yang tidak diragukan lagi untuk menjadi Dirjen Imigrasi,” imbuhnya.
Apalagi, kata Taswem, rata-rata petugas imigrasi juga termasuk penyidik yang keberadaannya setara dengan penyidik Polri.
Hal ini, kata dia, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan penyidik terbagi atas pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang- undang.
“Nah, dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 (tentang Keimigrasian) menyatakan dengan tegas pejabat imigrasi sebagai penyidik berhak menangkap, menahan dan menyita segala macamnya dan langsung mengajukan kepada penuntut umum, bukan kepada Polri. Jadi, sama sebangun dengan penyidik lainnnya. Pengetahuan dan pengalaman seperti ini juga perlu dimiliki oleh pimpinan Imigrasi. Saya perlu ingatkan lagi, imigrasi adalah organisasi teknis kementerian atau Menteri sehingga Dirjen haruslah orang yang paham teknis keimigrasian,” terangnya.
Baca juga: Pemegang Paspor RI yang Ingin ke Jerman Bisa Ajukan Pengesahan Tanda Tangan di Kantor Imigrasi
Lebih lanjut, Taswem mengatakan, jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yang telah diperbaruhi menjadi PP 17 Tahun 2020 tentang Manajemen ASN, maka jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya untuk posisi Dirjen harus memiliki pengalaman kurang lebih 7 tahun di bidang pekerjaan yang akan dipimpinnya.
Dalam PP tersebut disebutkan syarat-syarat menjadi JPT madya, yakni, pertama memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma IV.
Kedua, memiliki kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural sesuai standar kompetensi jabatan yang ditetapkan.
Ketiga, memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat selama 7 (tujuh) tahun. Keempat sedang atau pernah menduduki JPT pratama atau JF jenjang ahli utama paling singkat 2 (dua) tahun.
Kelima, memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan moralitas yang baik. Keenam, usia paling tinggi 58 tahun dan terakhir sehat jasmani dan rohani.
“Seharusnya, calon Dirjen Imigrasi yang sedang diproses saat ini, yang tidak punya pengalaman di keimigrasian minimal 7 tahun secara komulatif, sudah gugur sejak awal,” pungkas Taswem.